Selasa, 29 Maret 2011

Sepenggal Perkataan Yang Menyentuh Jiwa

Umar bin Abdul Aziz pernah berkhutbah menasihati manusia -dan itu adalah khutbah terakhirnya sebelum beliau wafat-, beliau mengingatkan tentang dunia yang fana, akhirat yang kekal, dan kematian yang dapat datang tiba-tiba. Lalu di akhir khutbahnya beliau berkata :

“Aku mengucapkan kata-kata ini kepada kalian dan tidak ada seorangpun yang aku ketahui lebih banyak dosanya dibanding diriku. Hanya saja aku selalu memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya.”

Setelah itu beliau menangis tersedu-sedu kemudian turun dari mimbar. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya. (Latho-if al-Ma’arif, hal. 351, Ibnu Rajab al-Hanbali).

(Ana mengenal seorang lelaki yang juga menangis tersedu-sedu setiap teringat perkataan Umar bin Abdul Aziz itu. Semoga Allah Ta'ala selalu menjaganya).

Kamis, 24 Maret 2011

Obat Hati

Berkata Ibnu Ruslan :

دواء قلبك خمس عند قسوته
فادأب عليها تفز بالخير والظفر
خلاء بطن وقرآن تدبـره
كذا تضرّع باك ساعة السحـر
ثم التهجد جنح الليل أوسطه
وأن تجالس أهل الخير والخيـر

Obat hatimu yang keras ada lima
Amalkan kelima hal itu niscaya anda akan selamat :
(1)Tidak mengenyangkan perut dan (2) merenungkan makna Al-Qur’an
(3) Rendah diri pada-Nya dengan menangis sesaat di waktu sahur
(4) Lalu shalat tahajud di malam hari
(5) Dan bergaullah dengan orang-orang yang baik dan soleh.

Selasa, 22 Maret 2011

Rahasia Keutamaan Mereka

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu pernah berkata kepada para sahabatnya (dari kalangan tabi’in) : “Kalian lebih banyak puasa dan shalat dibanding para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi mereka tetap lebih baik daripada kalian.” Para sahabat Ibnu Mas’ud bertanya : “Mengapa bisa demikian?” Ibnu Mas’ud menjawab : “Karena mereka lebih zuhud terhadap dunia dan lebih cinta terhadap akhirat dibanding kalian.”

Bakr al-Muzani berkata : “Keutamaan Abu Bakar dibanding sahabat yang lain bukanlah dengan banyaknya puasa maupun shalat, tetapi dengan apa yang ada di dalam dadanya.” Salah seorang salafus shalih berkata : “Hal yang ada di dalam dada Abu Bakar adalah cinta kepada Allah dan selalu memberi nasihat kepada manusia.”

Fatimah binti Abdul Malik, istri dari Umar bin Abdul Aziz, setelah wafat suaminya ditanya tentang amalan suaminya, maka ia menjawab : “Demi Allah, dia bukanlah seorang yang paling banyak shalat ataupun puasanya. Tetapi, demi Allah, aku tidak melihat seorang pun yang lebih takut kepada Allah dibanding dirinya. Dia berdzikir diatas kasur, lalu tubuhnya berguncang bak burung kecil yang sangat ketakutan, sehingga kami berkata, ‘Besok orang-orang akan kehilangan seorang khalifah’.”

Salah seorang ulama salaf berkata : “Tidaklah kami mencapai derajat yang tinggi dengan banyaknya shalat atau puasa. Tetapi kami mencapainya dengan kemurahan hati, keselamatan jiwa, rendah hati, dan selalu menasihati manusia.”

(Latho-if al-Ma’arif, hal. 563-564, Ibnu Rajab al-Hanbali).

Minggu, 20 Maret 2011

Sebaik-baik Lauk Adalah Cuka?

Mungkin ada yang mengira bahwa cuka adalah makanan terbaik berdasarkan hadits ini :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدُمَ فَقَالُوا مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

Dari Jabir bin Abdullah menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminta lauk kepada istrinya-istrinya, lalu mereka menjawab : "Kita tidak punya apa-apa selain cuka." Beliau menyuruh diambilkan (cuka itu), lalu beliau makan dengan cuka tersebut sambil bersabda : 'Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka'.” (HR. Muslim).

Benarkah sebaik-baik lauk adalah cuka?

Tentu saja tidak, karena di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada makanan lain yang lebih enak, seperti daging, roti, keju, dsb. Tapi mengapa Nabi mengatakan sebaik-baik lauk adalah cuka?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan demikian untuk menjaga perasaan istrinya. Perhatikan kembali hadits tersebut. Para istri beliau sebelumnya berkata : “Kita tidak punya apa-apa selain cuka”. Maka Rasulullah berusaha menjaga perasaan mereka dengan memuji makanan yang ada, walaupun yang tersedia hanyalah cuka!

Faedah dari hadits ini adalah disunnahkan bagi para suami untuk memuji makanan yang disediakan sang istri, menghargai masakannya, serta tidak mencela makanan yang ada walaupun sebenarnya sang suami kurang menyukai makanan tersebut ^_^.

P/s : Terimakasih kepada istri ana yang telah mengingatkan faedah hadits ini :-)

Senin, 14 Maret 2011

Jangan Terlalu Larut Dalam Perkara Dunia

Al-Hasan berkata : “Janganlah kalian sibuk dengan urusan dunia, karena dunia itu sangat menyibukkan. Tidaklah seseorang membukakan pintu kesibukan untuk dirinya, melainkan akan terbuka baginya sepuluh pintu kesibukan lainnya”. (Az-Zuhd : 189, Ibnul Mubarak).

Alangkah benarnya perkataan beliau. Betapa sering manusia larut dalam perkara dunia yang dianggapnya mubah, dan mereka tenggelam di dalamnya. Padahal boleh jadi perkara mubah itu dapat membawa kepada perkara makruh, bahkan perkara haram. Atau kerusakan yang paling ringan adalah hilangnya waktu/masa dalam perkara tiada manfaatnya. Waktu yang jika digunakan untuk membaca Al-Qur’an, maka mungkin 1 juz akan diselesaikan. Jika digunakan untuk membaca buku-buku agama, maka akan didapatkan pelbagai ilmu yang menakjubkan. Atau jika digunakan untuk mendengarkan kajian-kajian, maka akan bertambah faedah-faedah dalam ingatan.

Para salaf sejak dahulu telah mengingatkan bahwa dunia dan akhirat di dalam hati bagaikan dua sisi timbangan. Jika sisi salah satunya lebih berat, maka sisi lainnya akan menjadi ringan. Oleh sebab itu, semestinya bagi seseorang yang mengharapkan derajat tinggi di akhirat nanti, berusaha untuk melatih jiwanya mengambil secukupnya saja perkara-perkara mubah dalam urusan dunia ini. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Barangsiapa bercita-cita meraih perkara-perkara yang tinggi (surga), maka wajib baginya mengatasi kecintaan pada perkara-perkara yang rendah (dunia)”. (Miftah Dar as-Sa’adah : 1/108).

Rabu, 02 Maret 2011

Sesuaikah Ilmu Dengan Amal Anda?

Beberapa hari yang lalu ketika ana mencari sebuah buku di lemari buku, ana melihat sebuah buku yang sudah lama ana tidak mengulang membacanya. Bukunya berjudul : “Sesuaikah Ilmu Dengan Amal Anda”. Sebuah buku terjemahan dari karya Al Imam Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) yang berjudul Iqthido’ Al Ilmi Al Amal. Buku itu ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Edisi terjemahan diterbitkan oleh Pustaka At Tauhid, Jakarta, 2002.

Bukunya tidak terlalu tebal, hanya 132 halaman. Tapi memuat banyak sekali faedah-faedah. Penulis buku menguraikan pembahasan dalam 12 bab yaitu :

Bab 1 : Pertanggung jawaban ilmu dan amal pada hari kiamat.

Bab 2 : Ancaman bagi orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya serta perbedaannya dengan orang yang mengamalkannya, ditinjau dari segi hukum.

Bab 3 : Ancaman bagi orang yang menuntut ilmu untuk berbangga-bangga, riya’, dan untuk mencapai tujuan tertentu.

Bab 4 : Larangan dan ancaman bagi orang yang membaca Al-Qur’an untuk mencari ketenaran dan kemasyhuran, bukan untuk mengamalkannya dan mencari pahala.

Bab 5 : Ancaman bagi orang yang hanya membaca Al-Qur’an tanpa memperdulikan hukum-hukumnya.

Bab 6 : Larangan menuntut ilmu bila digunakan untuk selain ibadah.

Bab 7 : Makruhnya menuntut ilmu untuk berbangga-bangga, membuat majelis, mencari pengikut dan teman.

Bab 8 : Makruhnya mempelajari ilmu nahwu bagi orang yang dikhawatirkan akan timbul dalam dirinya sifat sombong dan angkuh.

Bab 9 : Berpegang kepada keyakinan tentang akhirat.

Bab 10 : Amal adalah bekal dan simpanan yang paling berharga pada hari kiamat.

Bab 11 : Memanfaatkan waktu muda, waktu sehat dan waktu luang untuk segera berbuat amal sebelum ajal tiba.

Bab 12 : Menunda-nunda adalah perbuatan tercela.

Setiap bab diawali dengan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian perkataan dari para Sahabat, perkataan dari para Tabi’in, perkataan dari para Tabi’ut Tabi’in, dan perkataan generasi salaf seterusnya.

Banyak sekali kata-kata hikmah serta syair-syair dari para salafus shalih dalam buku itu sebagai pengingat dan penyejuk jiwa. Diantaranya adalah syair yang terdapat pada Bab 8 ketika membahas para ahli nahwu yang sibuk mempelajari bahasa tapi lupa untuk beramal, sehingga sebagian mereka yang insyaf berkata:

لم نؤت من جهل ولكننا
نستر وجه العلم بالجهل
نكره أن نلحن في قولنا
ولا نبالي اللحن في الفعل

Bukan kebodohan yang mendatangi kami,
Tetapi kamilah yang menyelubungi wajah ilmu dengan kebodohan,
Kami benci keliru dalam berucap,
Tetapi kami tidak memperdulikan kekeliruan dalam beramal.”

Seorang salaf bernama Ibrahim bin Adham berkata : “Kami sangat teliti dalam berbicara dan tidak pernah keliru, tetapi kami salah dalam beramal dan tidak mengintrospeksi diri.”

Masih banyak kata-kata mutiara lainnya dalam buku itu. Kata-kata yang memberi motivasi dan peringatan agar jangan sibuk menuntut ilmu sampai lupa beramal, segera beramal setelah berilmu, dan mengikhlaskan niat dalam beramal.

Maka segeralah beramal wahai saudaraku, karena umur manusia sangatlah pendek, sementara tidak diketahui kapan datangnya ajal.