Selasa, 31 Januari 2012

Cinta Yang Bermanfaat dan Cinta Yang Berbahaya

Imam Ibnul Qayyim berkata :

"Cinta yang bermanfaat ada 3 macam, yakni : Cinta kepada Allah, saling mencintai karena Allah, dan cinta yang dapat memotivasi diri untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan.
Demikian juga cinta yang berbahaya ada 3 macam, yaitu : Mencintai sesuatu setaraf dengan kecintaan kepada Allah, mencintai apa yang dibenci Allah, dan mencintai sesuatu yang dapat memutuskan dan mengurangi kecintaan kepada Allah."

(Ighatsatul Lahfan, hal. 512).

Kamis, 19 Januari 2012

Meninggalkan Perkara Yang Dilarang

Ulama salaf pernah berkata :

أعمال البر يعملها البر والفاجر، وأما المعاصي فلا يتركها إلا صديق

Amal-amal kebajikan bisa dilakukan oleh setiap orang, baik yang shalih maupun yang fajir (jahat). Sedangkan maksiat, hanya orang-orang shiddiq (bertakwa) saja yang mampu meninggalkannya.”

Maksudnya adalah menjauhi larangan lebih berat ketimbang mengerjakan perintah. Sebab tidak ada keringanan untuk melanggar larangan, sementara perintah dikerjakan sesuai kemampuan.

Contohnya zina, maka tidak ada alasan untuk membolehkannya. Sedangkan perintah shalat, maka jika tidak mampu dilakukan dengan berdiri maka bisa dengan duduk, jika tidak mampu dengan duduk maka dengan berbaring dst.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan contoh kasus lainnya. Contohnya amalan sedekah, maka orang fajir dan zalim pun mampu melakukannya. Sedangkan menjaga diri dari makan harta yang haram, maka hanya orang yang takut kepada Allah 'Azza wa Jalla saja yang sanggup melakukannya.

Senin, 09 Januari 2012

Mengawal Hawa Nafsu

Sudah beberapa kali ana mendengar berita mengenai orang yang katanya "alim dalam ilmu agama" tapi terjerat kasus amoral. Menurut ana, sebab utama kasus semacam itu adalah karena tidak dapat mengawal hawa nafsu. Sejatinya, ilmu agama yang dipelajari seseorang dapat membuatnya mampu mengawal hawa nafsunya. Jika tidak demikian alias hawa nafsu yang lebih ia turuti, maka ilmu yang dipelajari tidak ada arti. Sebagaimana dikatakan ulama :

من لم يصن نفسه لم ينفعه علمه

Barangsiapa tidak mampu menjaga nafsunya, maka tidak bermanfaat ilmunya

Dikatakan pula :

إذا أنت لم تعص الهوى قادك الهوى
إلى بعض ما فيه عليك مقال

Jika engkau tidak melawan hawa nafsumu,
Ia akan mengantarkanmu kepada sesuatu yang dapat menghancurkanmu

Kemenangan melawan hawa nafsu akan membuahkan kenikmatan dan kemuliaan. Sedangkan kekalahan dalam melawan hawa nafsu akan mewariskan kehinaan dan hilangnya kehormatan. Maka bersabarlah sejenak mengawal hawa nafsu di dunia, demi kejayaan yang lama di akhirat sana. Dan jadikanlah takwa sebagai sebaik-baik perisai selama hidup di alam fana.

فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ

Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Huud : 49).

Rabu, 04 Januari 2012

Penantian..

وإني لمن يكره الموت والبلا
ويعجبه روح الحياة وطيبها
رأيت المنايا قسمت بين أنفس
ونفسي سيأتي بعدهن نصيبها

Aku sesungguhnya adalah orang yang membenci kematian dan bencana,
Aku adalah orang yang kagum akan kehidupan dunia dan kemewahannya,
Aku melihat kematian dibagi-bagi untuk seluruh jiwa,
Dan sesungguhnya bagianku akan datang pada waktunya.

(Hilyatul Auliya' : 10/141).

Senin, 02 Januari 2012

Tetaplah Berbuat Baik Kepada Orang Tua, Walaupun Mereka Berhati Keras Dan Kasar Pula

Syaikh Muhammad Asy-Syanqithi dalam salah satu rekaman ceramahnya yang berjudul Fa Fihima Fajahid, berkata :

“Disebutkan bahwasanya ayah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu seorang yang keras terhadap Umar. Walau demikian, Umar tetap berbakti kepada ayahnya. Pada suatu ketika, Umar pernah berhenti di satu lembah di Makkah, kemudian ia mengumpulkan tanah dan berbaring, lalu berkata, “Dulu aku menggembalakan unta ayahku, Al-Khaththab, di lembah ini. Ia seorang yang kasar lagi keras dan sering memukulku.” Sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya Umar mengucapkan kalimat tersebut di lembah tempat dimana ia telah berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Dia mengucapkan kalimat tersebut sedangkan ketika itu ia sudah menjadi Amirul Mukminin, agar ia mengetahui baiknya balasan Allah kepadanya. Ayahnya menghinakannya di masa jahiliyyah, tapi ia tetap memuliakan ayahnya. Walaupun ayahnya berlaku buruk kepadanya, ia tetap berbuat baik kepada ayahnya. Maka Allah ‘Azza wa Jalla membalasnya dengan menjadikannya sebagai salah seorang pemimpin kaum muslimin. Barangsiapa yang bersabar terhadap kedua orang tuanya dan mengharap pahala dari Allah, khususnya ketika disakiti dan dihinakan, maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan kebaikannya. Sekalipun ayah atau ibumu tidak memperdulikan kebaikanmu, tapi kebaikan-kebaikan telah dituliskan dalam catatan amalmu. Apabila orangtua mengingkari baktimu, sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakannya, dan Allah tidak akan mengingkari kebaikan yang telah kau lakukan. Yang wajib atasmu adalah bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah. Dan tanamkan di dalam hati bahwasanya Allah menginginkan kebaikan untukmu ketika dia memberikan kepadamu orang tua yang tidak mengasihimu.”

(Petikan dari buku “Wahai Ibu Maafkan Anakmu”, karangan Ustadz Abu Zubeir Hawari, hal. 73-74, dengan sedikit peringkasan).