Berkata Ibnu Hazm :
“Jika engkau menghadiri majelis ilmu, maka janganlah engkau menghadirinya kecuali kehadiranmu untuk menambah ilmu dan mencari pahala. Dan bukanlah kehadiranmu itu dengan merasa sudah cukup ilmu yang ada padamu, atau demi mencari-cari kesalahan (dari pengajar) untuk menjelekkannya. Hal tersebut adalah perilaku orang-orang yang hina, yang mana mereka tidak akan mendapatkan kesuksesan dalam ilmu selamanya.”
(Al Akhlaq Was Siyar : 193, Ibnu Hazm al-Andalusi).
Rabu, 25 Mei 2011
Kamis, 19 Mei 2011
Untuk Penggemar Musik
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata :
برئنا إلى الله من معشر
بهم مرض من سماع الغنا
وكم قلتُ يا قوم أنتم على
شَفا جُرُف ما به من بِنَا
شفا جرف تحته هوة
إلى درك كم به من عنا
وتكرار ذا النصح منا لهم
لنعذر فيهم إلى ربنا
فلما استهانوا بتنبيهنا
رجعنا إلى الله في أمرنا
فعشنا على سنة المصطفى
وماتوا على تِنْتِنا تِنْتِنا
“Kami berlepas diri kepada Allah dari orang-orang yang dihinggapi penyakit mendengarkan musik dan nyanyian
Seringkali saya katakan : Wahai kaumku! Sungguh kalian benar-benar berada di tepi jurang kehancuran yang kosong dari bangunan
Tepi jurang yang dibawanya terdapat jurang yang amat dalam, sungguh ini sangat sengsara dan membahayakan
Berkali-kali kami berikan nasehat kepada mereka, agar kami lepas dari tanggung jawab dihadapan Tuhan
Tapi tatkala mereka meremehkan peringatan kami, kamipun menyerahkan kepada Allah semua urusan
Kami tetap hidup di atas tuntunan sunnah Musthofa shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka mati bersama tintinan-tintinan*.”
* Tintinan = alunan musik
(Dinukil dari majalah Adz-Dzakhirah edisi 33/1428 H, terjemahan syair oleh Abu Mundzir Muhammad Hadi).
برئنا إلى الله من معشر
بهم مرض من سماع الغنا
وكم قلتُ يا قوم أنتم على
شَفا جُرُف ما به من بِنَا
شفا جرف تحته هوة
إلى درك كم به من عنا
وتكرار ذا النصح منا لهم
لنعذر فيهم إلى ربنا
فلما استهانوا بتنبيهنا
رجعنا إلى الله في أمرنا
فعشنا على سنة المصطفى
وماتوا على تِنْتِنا تِنْتِنا
“Kami berlepas diri kepada Allah dari orang-orang yang dihinggapi penyakit mendengarkan musik dan nyanyian
Seringkali saya katakan : Wahai kaumku! Sungguh kalian benar-benar berada di tepi jurang kehancuran yang kosong dari bangunan
Tepi jurang yang dibawanya terdapat jurang yang amat dalam, sungguh ini sangat sengsara dan membahayakan
Berkali-kali kami berikan nasehat kepada mereka, agar kami lepas dari tanggung jawab dihadapan Tuhan
Tapi tatkala mereka meremehkan peringatan kami, kamipun menyerahkan kepada Allah semua urusan
Kami tetap hidup di atas tuntunan sunnah Musthofa shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka mati bersama tintinan-tintinan*.”
* Tintinan = alunan musik
(Dinukil dari majalah Adz-Dzakhirah edisi 33/1428 H, terjemahan syair oleh Abu Mundzir Muhammad Hadi).
Rabu, 18 Mei 2011
Si Bapak Yang Selalu Menangis Ketika Sujud
Ada kelakuan ‘unik’ dari seorang bapak di masjid tempat ana menunaikan sholat. Bapak itu berumur sekitar 40-50 tahun. Ana jarang berbicara dengannya. Tapi ana selalu bertemu dengannya di masjid ketika waktu-waktu sholat. Kelakuan ‘unik’ yang ana maksudkan adalah sang bapak selalu menangis ketika sujud, dan itu selalu ia lakukan di waktu sholat wajib maupun sholat sunnah. Ana mengetahuinya karena ana sering berada di sampingnya ketika sholat.
Awalnya ana sempat heran dan agak terganggu, karena suara tangisannya lumayan keras sehingga dapat didengar oleh orang di sampingnya. Tapi lama-kelamaan ana pun terbiasa dan berusaha untuk berbaik sangka. Apalagi setelah mendengar kisah serupa dari seorang tabi’in bernama Makhul (wafat 118 H). Makhul bercerita : “Aku pernah melihat seseorang mengerjakan sholat. Setiap kali ruku’ dan sujud ia selalu menangis. Lalu aku (berburuk sangka) menuduh ia menangis karena riya’. Namun akibatnya, justru aku tidak bisa menangis (dalam sholat) selama setahun.” (Hilyatul Auliya' : 5/184).
Moral of the story adalah : Jangan terburu-buru menuduh seseorang berbuat riya’ ^_^.
Awalnya ana sempat heran dan agak terganggu, karena suara tangisannya lumayan keras sehingga dapat didengar oleh orang di sampingnya. Tapi lama-kelamaan ana pun terbiasa dan berusaha untuk berbaik sangka. Apalagi setelah mendengar kisah serupa dari seorang tabi’in bernama Makhul (wafat 118 H). Makhul bercerita : “Aku pernah melihat seseorang mengerjakan sholat. Setiap kali ruku’ dan sujud ia selalu menangis. Lalu aku (berburuk sangka) menuduh ia menangis karena riya’. Namun akibatnya, justru aku tidak bisa menangis (dalam sholat) selama setahun.” (Hilyatul Auliya' : 5/184).
Moral of the story adalah : Jangan terburu-buru menuduh seseorang berbuat riya’ ^_^.
Rabu, 11 Mei 2011
Tulisan Di Dinding
Tadi sore ana masuk ke kamar lama ana di lantai atas. Kamar itu adalah kamar ana sewaktu masih bujangan yang sekarang tidak ditempati lagi, karena ana sudah pindah ke kamar di lantai bawah.
Di kamar itu ana tertegun membaca tulisan pada sebuah kertas yang menempel di dinding (dulu ana hampir hafal tulisan itu karena setiap hari membacanya). Ana masih ingat tulisan itu adalah ucapan dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu yang ana petik dari buku karangan Al-Hafidz Ibnu Hajar Asqalani (wafat 852 H) yang berjudul Al Isti’dad bi Yaumi Al Mi’ad.
Inilah tulisan di dinding itu :
“Aku heran dengan orang yang mengetahui kematian, tapi mengapa ia masih tertawa;
Aku heran dengan orang yang tahu bahwa dunia adalah sementara, tapi mengapa ia sangat mencintainya;
Aku heran dengan orang yang mengetahui semua urusan telah ditakdirkan, tapi mengapa ia takut kehilangan;
Aku heran dengan orang yang mengetahui bahwa hisab adalah suatu kepastian, tapi mengapa ia tetap mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya;
Aku heran dengan orang yang mengetahui panasnya api neraka, tapi mengapa ia tetap berbuat dosa;
Aku heran dengan orang yang mengaku mengenal Allah, tapi mengapa ia meminta tolong kepada selain-Nya;
Aku heran kepada orang yang mengaku mengetahui kenikmatan syurga, tapi mengapa ia merasa hidup tenang di dunia;
Dan aku heran kepada orang yang mengetahui syaitan adalah musuhnya, tapi mengapa ia mentaatinya.”
Di kamar itu ana tertegun membaca tulisan pada sebuah kertas yang menempel di dinding (dulu ana hampir hafal tulisan itu karena setiap hari membacanya). Ana masih ingat tulisan itu adalah ucapan dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu yang ana petik dari buku karangan Al-Hafidz Ibnu Hajar Asqalani (wafat 852 H) yang berjudul Al Isti’dad bi Yaumi Al Mi’ad.
Inilah tulisan di dinding itu :
“Aku heran dengan orang yang mengetahui kematian, tapi mengapa ia masih tertawa;
Aku heran dengan orang yang tahu bahwa dunia adalah sementara, tapi mengapa ia sangat mencintainya;
Aku heran dengan orang yang mengetahui semua urusan telah ditakdirkan, tapi mengapa ia takut kehilangan;
Aku heran dengan orang yang mengetahui bahwa hisab adalah suatu kepastian, tapi mengapa ia tetap mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya;
Aku heran dengan orang yang mengetahui panasnya api neraka, tapi mengapa ia tetap berbuat dosa;
Aku heran dengan orang yang mengaku mengenal Allah, tapi mengapa ia meminta tolong kepada selain-Nya;
Aku heran kepada orang yang mengaku mengetahui kenikmatan syurga, tapi mengapa ia merasa hidup tenang di dunia;
Dan aku heran kepada orang yang mengetahui syaitan adalah musuhnya, tapi mengapa ia mentaatinya.”
Langganan:
Postingan (Atom)