Pernah seorang teman menceritakan kesusahan hidupnya. Dia merasa dunia sangat sempit baginya, dan ia hampir putus asa untuk mencari solusinya. Selang beberapa lama ana bertemu dengannya, wajahnya telah kembali ceria menandakan kesusahan hidupnya telah sirna.
Alhamdulillah.
Begitulah
sunnatullah di dunia ini. Tidak ada kesusahan yang terus menerus. Sebagaimana tidak ada kesenangan yang abadi. Semua akan datang silih berganti. Maka tidak semestinya seorang mukmin merasa putus asa ketika kesulitan menerpa, karena setelah itu kemudahan pasti akan menggantikannya. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً . إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
“
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah : 5-6).
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengenai ayat tersebut : “Ayat ini memberi kabar gembira tatkala orang menjumpai kesulitan dan kesukaran, maka kemudahan pasti menemaninya. Seandainya kesulitan sesulit lubang biawak, maka kemudahan pun akan memasuki lalu melepas kesulitan. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman (dalam ayat yang lain) :
سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً
”
Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [QS. Ath-Thalaq : 7]. (
Taisir Al-Karim Ar-Rahman : 1/929).
Imam Al-Khaththabi berkata : “Jika kita lihat teks ayat (QS. Alam Nasyrah : 5-6) diatas, disebutkan ada dua kesulitan dan ada dua kemudahan. Akan tetapi, kesulitan itu hanya (dihitung) sekali karena datang dengan
isim ma’rifat (tertentu), sedangkan kemudahan menunjukkan
nakiroh (umum, jumlahnya banyak) menunjukkan bahwa yang pertama berlainan dengan yang kedua. Maksudnya kesulitan itu berada di antara dua kemudahan, yaitu kemudahan di dunia dan kemudahan berupa pahala di akhirat.” (
Syarh Kitab At-Tauhid : 8/92, Al-Ghunaiman).
Oleh karena itu, seorang mukmin tidak boleh berputus asa ketika ditimpa kesulitan. Karena kemudahan pasti akan datang setelahnya, dengan jumlah yang lebih banyak daripada kesulitan yang dialaminya.
(Tulisan ini mengambil faedah dari pembahasan di Majalah Al-Furqon edisi 4/Tahun ke 11, hal. 6-12).