Senin, 29 November 2010

Wangi Semerbak Dari Kisah Ibnul Mubarak

‘Abdullah bin Al-Mubarak adalah seorang imam besar dari kalangan tabi'ut tabi'in, hidup dari tahun 118 H - 181 H. Ana ceritakan sebagian dari kisah hidupnya disini karena beliau memiliki beberapa keutamaan. Beliau seorang yang faqih dalam ilmu agama, gemar beribadah, tidak pernah ketinggalan berjihad, jutawan yang dermawan tapi juga zuhud terhadap dunia, dan yang paling mengagumkan dari beliau adalah sifatnya yang selalu berusaha menyembunyikan amalannya.

Inilah beberapa ringkasan kisah hidupnya :

- Ibnul Mubarak pernah turut serta berjihad melawan pasukan Romawi. Ketika itu ia dengan gagah berani berperang sehingga banyak membunuh pasukan musuh. Uniknya ketika berperang beliau menggunakan penutup muka (cadar) agar tidak ada yang mengenalinya. Yang mengenali beliau hanya teman dekatnya saja. Beliau berpesan kepada teman yang mengenalinya : “Wahai fulan, selama aku masih hidup jangan ceritakan kejadian ini kepada siapa-siapa.” (Siyar A’lam An-Nubala' : 8/408-409).

- Ibnul Mubarak biasa ke daerah Tharasus untuk belajar hadits. Di daerah itu Ibnul Mubarak mempunyai seorang teman yakni seorang pemuda yang biasa membantunya memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada suatu hari ia tidak menemukan pemuda itu. Orang-orang memberitahukan bahwa pemuda itu dipenjara karena dililit hutang sebanyak sepuluh ribu dirham. Ibnul Mubarak segera melunasi hutang pemuda itu kepada orang yang menghutangi, dan berpesan agar jangan memberitahukan bahwa ia yang melunasinya. Teman Ibnul Mubarak tersebut baru mengetahui Ibnul Mubarak lah yang membayar hutangnya setelah Ibnul Mubarak wafat. (Shifatush Shafwah : 4/141-142).

- Seorang murid Ibnul Mubarak bercerita ketika sedang berada di Kufah, Ibnul Mubarak pernah membacakan kitab tentang manasik haji. Hingga sampai kepada pembahasan satu permasalahan yang di dalamnya terdapat tulisan : “Demikianlah pendapat ‘Abdullah (Ibnul Mubarak) dan demikian pendapat kami”, maka Ibnul Mubarak langsung menghapus namanya dalam kitab tersebut sambil berkata: “Siapalah saya, sehingga pantas ditulis pendapat saya.” (Shifatush Shafwah : 4/137).

- Pada musim haji biasanya teman-teman Ibnul Mubarak mendatangi beliau karena berkeinginan untuk menunaikan haji bersamanya. Maka Ibnul Mubarak mensyaratkan jika mereka ingin berhaji bersamanya mereka harus menyetor uang perbekalan kepadanya. Setelah masing-masing temannya menyetor uang kepadanya, Ibnul Mubarak lalu menyimpan uang mereka ke dalam sebuah kotak. Selama dalam perjalanan Ibnul Mubarak lah yang membiayai kebutuhan hidup mereka, membayar ongkos perjalanan, membayar penginapan, dan membelikan oleh-oleh untuk keluarga teman-temannya. Setelah pulang, Ibnul Mubarak membuka kotak tempat ia menyimpan uang teman-temannya. Uang tersebut masih utuh, dan Ibnul Mubarak mengembalikan uang tersebut kepada mereka. (Siyar A’lam An-Nubala' : 8/385-386).

Selasa, 23 November 2010

Sulit Konsentrasi

Beberapa waktu belakangan ini ana rasanya sulit untuk konsentrasi. Konsentrasi yang ana maksudkan adalah menumpukan perhatian pada suatu perkara terutama pada hafalan dan bacaan.

Hafalan yang dulu mudah dilakukan sekarang rasanya susah sekali untuk melekat dalam ingatan. Sedangkan dalam hal bacaan, ana rasakan susah untuk mencerna subjek-subjek bacaan yang ‘berat’, sehingga terkadang perlu dilakukan pembacaan berulang-ulang. Hal tersebut merupakan suatu hal yang sebelumnya jarang dilakukan.

Setelah ana introspeksi, mungkin hal ini karena bercabangnya pikiran, serta banyaknya kegiatan keduniaan yang menyita waktu dan perhatian. Sungguh benar apa yang diwasiatkan ulama bahwa antara dunia dan menuntut ilmu agama tidaklah dapat disatukan.

Para ulama telah mengingatkan : “Seorang penuntut ilmu harus meninggalkan perkara-perkara yang menyibukkan. Karena jika pikirannya terbagi-bagi maka ia tidak dapat konsentrasi dalam menyelami dan mengetahui hakikat yang dipelajari. Dulu para salaf mengutamakan ilmu dibanding perkara lainnya. Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad tidak menikah kecuali setelah berumur 40 tahun (agar ia dapat berkonsentrasi menuntut ilmu). Seorang salaf lainnya yakni Abu Bakar bin Al-Anbari pernah dihadiahkan seorang hamba sahaya wanita. Ketika hamba sahaya itu masuk menemuinya, maka hilanglah dari pikirannya beberapa permasalahan yang sedang dibahasnya. Maka Abu Bakar bin Al-Anbari mengembalikan hamba sahaya tersebut agar ia dapat berkonsentrasi kembali dalam bidang keilmuan.” (Mukhtasar Minhajul Qashidin : 14, Ibnu Qudamah).

Imam Ibnu Jama’ah berkata : “Semestinya seorang penuntut ilmu berusaha memutus kegiatan-kegiatan yang dapat menyibukkannya dan menghalanginya dari menuntut ilmu. Sebab jika pikirannya bercabang, niscaya ia tidak akan mampu menyingkap hakikat ilmu dan perkara-perkara yang rumit. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan pada diri seseorang dua pikiran.” (Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal Muta'allim : 70-71, Ibnu Jama’ah).

Demikianlah yang diwasiatkan para ulama. Sekarang tinggal ana yang harus menyeleksi kegiatan mana yang harus di-turn off untuk sementara, agar dapat mengembalikan konsentrasi seperti sedia kala.

Allahul Musta’an.

Kamis, 18 November 2010

Ejekan Yang Menumbuhkan Semangat Kesungguhan

Motivasi tidak hanya berasal dari pujian manusia. Terkadang motivasi juga timbul karena merasa diremehkan. Ana pernah membaca beberapa kisah ulama yang pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu agama, tapi karena diejek manusia maka ia pun bertekad mendalami ilmu dan berhasil menjadi ahlinya.

Kisah tersebut diantaranya :

Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H) pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu fikih. Sampai suatu hari ketika ia berusia 26 tahun, beliau memasuki masjid dan langsung duduk (tidak melakukan shalat tahiyatul masjid). Tiba-tiba ada seorang lelaki berkata kepadanya : “Berdirilah dan lakukan shalat sunnah tahiyatul masjid!”. Ibnu Hazm pun langsung berdiri dan melaksanakan shalat tahiyatul masjid.

Di lain waktu, ketika Ibnu Hazm masuk masjid dan langsung shalat tahiyatul masjid, tiba-tiba ada orang yang mencelanya dan berkata: “Duduk, duduk! Ini waktu terlarang untuk shalat! (ketika itu ba’da ashar).”

Ibnu Hazm berkata : “Maka saya pun pergi dan sangat sedih -pada sebagian riwayat dikatakan ia merasa terhina- lalu saya meminta kepada seseorang agar menunjukkan rumah seorang ahli fikih bernama Abi Abdillah bin Dahun. Setelah saya menjumpainya dan menceritakan apa yang menimpa saya, beliau kemudian menyuruh untuk mengkaji kitab Al-Muwattha’ karangan Imam Malik. Saya mulai mempelajari kitab itu selama 3 tahun hingga saya dapat berdiskusi dalam masalah keilmuan.”

(Siyar A’lam an-Nubala' : 18/199, Adz-Dzahabi).

Kisah lainnya :

Seorang ulama yang bernama Khalid bin Abdullah Al-Azhari (wafat 905 H) awalnya adalah seorang yang bertugas menyalakan lampu di masjid Jami’ Al-Azhari. Beliau sehari-hari bekerja menuangkan minyak dan menyalakan lampu agar dapat menerangi para pelajar yang belajar di malam hari.

Pada suatu hari, tatkala ia menuangkan minyak ke lampu, tiba-tiba lampu itu jatuh dan menimpa kursi salah seorang pelajar, dan tumpahan minyak mengenai buku-buku pelajar tersebut. Pelajar itu kontan marah dan mengejek Khalid dengan perkataan yang kasar.

Ejekan tersebut membekas di hatinya, sehingga mulailah ia menyibukkan dirinya dengan mempelajari ilmu, walau usianya ketika itu sudah 36 tahun. Dengan kesungguhannya, Khalid bin Abdullah Al-Azhari menjadi ulama terkenal terutama di bidang nahwu. Diantara karyanya adalah Syarah al-Ajrumiyah, At-Tashrih fi Syarhi Awadhahi al-Masalik, Al-Alghaz an-Nahwiyah, dan sebagainya.

(Hamdan Hamud al-Hajari, Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an, hlm. 64).

Rabu, 10 November 2010

Allah Mengetahui Segala Rahasia

Diantara kiat untuk melatih keikhlasan adalah dengan selalu mengingat bahwa Allah mengetahui segala yang terbetik di hati kita. Tidak ada suatu apapun yang luput dari pengetahuan-Nya, sebagaimana disabdakan dalam firman-Nya :

وَأَسِرُّوا قَوْلَكُمْ أَوِ اجْهَرُوا بِهِ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Dan rahasiakanlah perkataanmu atau zahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati (manusia).” (QS.Al Mulk : 13).

Hal ini penting untuk diingatkan, karena kita sebagai manusia -yang tak terbebas dari dosa- ketika hendak melakukan suatu amal kebaikan terkadang terbersit perasaan bangga dan ingin mendapat pujian manusia.

Padahal apalah artinya pujian itu jika kesudahannya adalah penderitaan semata, seperti dikatakan sebagian salaf yang berkata: “Apa gunanya pujian manusia jika akhirnya aku dimasukkan ke dalam neraka?”

Maka, pilihlah kecintaan mana yang engkau suka : Kecintaan Allah Ta’ala atau kecintaan manusia? Jawablah dengan jujur di dalam dada. Karena segala rasa cinta akan terbuka di hari pembalasan nantinya, sebagaimana dikatakan oleh ulama :

سيبقى لكم في مضمر القلب والحشا
سريرة حب يوم تبلى السرائر

Rahasia cinta akan tetap bersembunyi di hati pemiliknya,
Sampai hari ditampakkannya segala macam rahasia.”

Senin, 08 November 2010

Kata Adz-Dzakhiirah Dalam Kitab-Kitab Ulama

Adz-Dzakhiirah dalam bahasa arab dari kata dzakhara-yadzkhuru-dzukhran atau idzdzakhara-yadzdzakhiru (dengan hurul dzal) atau iddakhara-yaddakhiru (dengan huruf dal) yang artinya menyimpan atau menabung. Sedangkan adz-Dzakhiirah berarti sesuatu yang disimpan, simpanan atau tabungan.

Kata adz-Dzakhiirah banyak menghiasi sampul kitab ulama, diantaranya :

- Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Bassam asy-Syantrini (wafat 542 H) seorang sastrawan dari Andalusia, beliau memiliki sebuah kitab yang berjudul adz-Dzakhiirah fi Mahasin al-Jazirah, yang berjumlah 8 jilid. Kitab ini berisi biografi para sastrawan dan ulama yang hidup sebelum beliau hingga masa beliau.

- Syihabuddin Ahmad bin Idris al-Qarafi (wafat 684 H) yang lebih akrab di telinga kita dengan sebutan al-Qarafi. Beliau memiliki sebuah kitab yang berjumlah 14 jilid dengan judul adz-Dzakhiirah. Ini adalah kitab fikih bermadzhab Maliki yang membahas permasalahan ushul dan furu’ seputar madzhab. Disebutkan bahwa kitab ini merupakan kitab induk madzhab Maliki yang paling penting pada abad ke 7 Hijriah.

- Ada sebuah kitab yang berjudul Dzakhaa’ir al-'Uqba fi Manaqib Dzawi al-Qurba karya al-Hafizh Muhibuddin Ahmad Abdullah ath-Thabari (wafat 694 H), seorang ahli hadits dan ulama yang bermadzhab asy-Syafi’i. Kitab ini mengulas seputar sifat-sifat terpuji dan kebaikan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dzakhaa’ir yang ada pada nama kitab ini merupakan bentuk jamak dari kata Dzakhiirah.

- Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakar yang populer dengan sebutan Ibnul Qayyim (atau Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, wafat 751 H), memiliki sebuah kitab yang berjudul ‘Uddah ash-Shabirin wa Dzakhiirah asy-Syakirin. Sebuah kitab yang membahas permasalahan tazkiyatun nufus (pensucian jiwa) dari sisi kesabaran, apa itu sabar, beberapa keutamaan sabar, macam-macam sabar, sabar terpuji dan sabar tercela, faktor-faktor yang dapat menumbuhkan kesabaran, kesabaran yang paling berat bagi jiwa, dst.


(Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol.7 No.5 edisi 47 Th.1430 H, hlm 55-57).

Kamis, 04 November 2010

Dunia Yang Fana

Seorang salaf menulis surat kepada saudaranya yang isinya : “Wahai saudaraku, engkau bercita-cita akan selamanya hidup di dunia, tetapi ketahuilah sebenarnya engkau hanyalah seorang musafir saja. Engkau berjalan dengan cepat, dan engkau akan disambut oleh kematian. Sementara dunia telah menggulung tikarnya dibelakangmu, melipat umurmu yang telah berlalu dan waktumu tidak bisa diulang lagi.” (Jami’ul Ulum wal Hikam : 381, Ibnu Rajab al-Hanbali).

Demikianlah saudaraku, perhatikanlah banyak manusia di sekeliling kita yang berlomba-lomba ingin memperpanjang usianya. Apakah mereka lupa atau berpura-pura lupa bahwa tidak ada yang abadi di dunia? Ataukah tidak ada lagi kata ‘kematian’ dalam kamus mereka? Alangkah sangat-sangat mengherankan. Sungguh, cinta dunia telah membuat manusia lupa. Lupa akan hakikat dirinya, dan lupa bahwa dunia adalah fana.

Al-Hasan berkata : “Kalian berangan-angan mendapatkan umur seperti umur umat Nabi Nuh alaihi salam. Padahal kematian mengetuk pintumu setiap malam.” (Az-Zuhd : 47, Al-Hasan Al-Bashri).

Perumpamaan pecinta dunia dan dunia yang menungganginya, bak perkataan seseorang yang berkata :

يؤمل دنيا لتبقى له
فوافى المنية قبل الأمل
حثيثا يروي أصول الفسيل
فعاش الفسيل ومات الرجل

Dia memilih dunia untuk kekal bersamanya,
Padahal kematian mendatanginya sebelum angannya terlaksana,
Dengan cepat batang kurma ia sirami,
Batang kurmanya tetap hidup sedangkan penyiramnya telah mati.”