Pernahkah membaca buku dalam cahaya yang minim (misal di depan lilin)? Jika pernah, pasti merasakan hal tersebut tidak menyenangkan, karena mata harus bekerja ekstra untuk membaca. Ana sendiri termasuk yang “menyerah” alias berhenti membaca jika listrik mati di malam hari. Karena jika dipaksakan, rasanya mata tidak kuat untuk membaca lama.
Terkadang ana terpikir, bagaimana ulama zaman dahulu -ketika belum ditemukan lampu listrik- membaca di malam hari? Ternyata semangat mereka tetap luar biasa, seperti cerita berikut :
Al-Qadhi Iyadh dalam kitabnya Tartib al-Madarik (1/78) ketika menceritakan biografi Imam Abu Muhammad Abdullah bin Ishaq, yang terkenal dengan julukan Ibnu Tabban (wafat 371 H). Ibnu Tabban pernah menceritakan dirinya : “Pertama kali aku masuk sekolah dasar, aku membaca semalam suntuk. Ibuku kemudian melarangku membaca di malam hari. Lalu akupun mengambil lentera kemudian menyembunyikannya di bawah mangkuk besar, dan pura-pura segera tidur. Jika ibuku sudah tidur nyenyak, maka aku pun mengambil lentera tersebut dan mulai membaca lagi.”
Al-Qadhi Iyadh berkata : “Dia (Ibnu Tabban) adalah tipe orang yang gemar membaca. Dia pernah membaca satu buku sebanyak 1000 kali.”
Demikianlah semangat para ulama salaf kita. Semoga Allah Ta’ala merahmati mereka atas kesungguhan mereka dalam menuntut ilmu. Dan semoga Allah mengkaruniakan kepada generasi kita kesungguhan yang serupa ataupun yang mendekatinya..
Rabu, 19 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar