Dulu ana pernah melihat film dokumenter mengenai seorang ulama besar di zaman ini. Ada satu bagian menarik dari film dokumenter tersebut yakni ketika diceritakan bahwa ulama tersebut memiliki seorang putra, dan sebagaimana kebiasaan orang shalih umumnya beliau mengharap putranya kelak dapat menjadi ulama sepertinya. Maka anak ulama tersebut sejak kecil ditanamkan nilai-nilai agama. Ia beribadah di waktu siang dan malam. Manusia mencintainya dan ia mencintai manusia. Namun ketika ia beranjak dewasa, ia tampaknya kurang meminati ilmu agama.
Ana lalu teringat perkataan Imam Ahmad yang pernah berkata : “Sesungguhnya ilmu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ia tidak didapatkan lewat keturunan. Seandainya ilmu bisa didapatkan lewat keturunan, tentulah ahli bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih berhak untuk mendapatkannya.” Imam Malik pernah melihat anaknya yang bernama Yahya lebih senang bermain-main ketimbang menuntut ilmu, maka Imam Malik berkata : “Alhamdulillah, Allah tidak menjadikan ilmu ini seperti harta warisan.” (Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi, hal. 56, Syaikh Muhammad As-Sadhan).
Faedah dari pembahasan ini adalah : Anak seorang ulama belum tentu nantinya menjadi ulama, dan anak dari yang bukan ulama bisa jadi nantinya menjadi seorang ulama. Allah memberi karunia kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan bagi yang mendapatkannya ia mempunyai keberuntungan yang tidak terhingga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar