Senin, 15 Oktober 2012

Kembali Kepada Kebenaran Jika Telah Mengetahuinya

Berkata Imam Asy-Syaukani rahimahullah :
“Termasuk salah satu petaka fanatisme yang menghapus keberkahan ilmu adalah ketika seorang penuntut ilmu mengeluarkan satu pendapat atas suatu masalah, sambil berlagak seolah-olah pendapat tersebut keluar dari seorang mufti atau ulama. Kemudian ia menggunakannya untuk berdebat dengan orang lain sehingga pendapat tersebut dikenal luas sebagai pendapatnya. Jika sudah demikian, maka ia akan sulit meninggalkan pendapat itu, meskipun ia tahu pendapatnya salah dan pendapat orang yang berseberangan dengannya justru yang benar.

Faktor penyebab kefanatikan ini adalah hal-hal yang bersifat keduniawian. Ia telah dikuasai syetan dan nafsu egonya, sehingga ia berpikir bahwa mengakui kesalahannya akan mengurangi kredibilitasnya, merendahkan derajatnya, menghancurkan citranya, dan membahayakan kepemimpinannya. Ini adalah khayalan orang yang tidak waras dan tipudaya yang batil. Sebab kembali kepada kebenaran justru akan membuat seseorang dihormati, diagungkan dan dipuji. Semua itu tidak akan didapatkannya jika ia tetap bersikeras pada kebatilan. Bahkan jika ia tetap bersikeras menapak di atas kebatilan, maka yang akan ia peroleh hanyalah pelecehan, peremehan, dan penghinaan.

Jalan kebenaran adalah sesuatu yang terang yang dapat dipahami oleh orang-orang berilmu terutama saat berdiskusi. Ketika seseorang melenceng dari kebenaran lantaran kefanatikan pada satu pendapat yang dipegangnya, maka di kalangan ahli ilmu ia akan terlihat sebagai salah satu dari dua orang :
Pertama : Orang yang fanatik, suka berdebat dan arogan. Jika ia memiliki pemahaman dan pengetahuan yang membuatnya dapat mengetahui kebenaran dan faktor-faktor untuk membedakan kebenaran.
Kedua : Orang bodoh yang rusak pemahaman dan persepsinya. Jika ia tidak memiliki ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui kebatilan yang ia yakini dan ia pertahankan dalam perdebatan. Tidak diragukan lagi, kedua jenis orang tersebut menyimpan segunung cacat.”

(Adab Ath-Thulab wa Muntaha Al-Adab, hal 88-89, dengan perantaraan buku “Fikih Menyikapi Kesalahan Dalam Perspektif Manhaj Salaf”, hal 116-117, karya Dr. Abdurrahman bin Ahmad Alusy).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar