Da'i A seorang yang kaya raya, mempunyai koleksi buku yang tak terhitung banyaknya, bahkan beliau seorang pengurus Majelis Ulama di kotanya.Tapi majelis taklimnya hanya sedikit dihadiri manusia, walaupun sang da'i sudah mengiklankan lewat radio mengenai jadwal taklimnya.
Sedangkan da'i B, adalah seorang yang hidupnya sederhana. Kemana-mana ia hanya naik sepeda (ana lihat beliau sekarang sudah naik motor, walaupun motor tua, alhamdulillah). Tidak pernah mempromosikan kegiatan dakwahnya. Koleksi buku-bukunya juga tidak sampai memenuhi lemarinya (bahkan banyak bukunya hanyalah buku terjemahan saja). Tapi majelis taklimnya dihadiri ramai manusia, dan permintaan untuk berceramah selalu mendatanginya.
Ana memikirkan kejadian itu, dan mendapatkan faedah bahwa dakwah amatlah memerlukan keikhlasan dan tidak cukup berbekal ketinggian ilmu semata. Dakwah semestinya tidak mempunyai tujuan lain selain hanya mengharap ridha Allah dan bukan mencari ridha manusia. Sungguh, jika Allah mencintai seseorang maka Allah akan menjadikan manusia lain turut mencintai orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي أَهْلِ الْأَرْضِ
"Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menyeru Jibril : "Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia." Maka Jibril pun mencintai orang tersebut, lalu Jibril menyeru kepada penghuni langit : "Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah fulan" maka penduduk langit pun mencintai orang tersebut, hingga akhirnya ditetapkan bagi fulan untuk diterima di bumi (maksudnya penduduk bumi juga mencintai orang tersebut -ket)." (HR. Bukhari).
Niat ikhlas dalam berdakwah juga akan membuahkan hasil yang tidak disangka-sangka. Ana teringat dengan pengalaman seorang hamba Allah -sebut saja namanya Abdullah-. Abdullah beberapa tahun yang lalu gemar menulis artikel agama dan menyebarkannya dalam bentuk pamflet maupun buletin. Beliau mengerjakan itu semua bukan untuk mencari popularitas, tidak pula agar dipuji manusia, bukan pula agar ia dipanggil 'ustadz'. Ia menyebarkan artikel-artikelnya hanya untuk menyebarkan ilmu dan mencari keridhaan Allah. Beberapa tahun kemudian, Abdullah baru mengetahui -tanpa disengaja- ternyata artikel-artikelnya telah diperbanyak orang untuk kepentingan dakwah. Subhanallah, ternyata Allah membalas dengan 'memperbanyak' artikel-artikelnya sehingga tulisannya tersebar di mana-mana.
Keikhlasan dalam berdakwah juga akan membuahkan hasil walaupun orang itu sudah meninggal dunia. Dikatakan bahwa diantara sebab kitab-kitab Imam an-Nawawi (wafat 676 H) -seperti kitab Arba'in dan Riyadhus Shalihin- sangat terkenal dan dibaca manusia sampai sekarang adalah karena keikhlasan beliau dalam menulisnya. Padahal Imam an-Nawawi bukanlah orang yang paling pandai (‘alim) di zamannya. Tapi karena keikhlasannya, maka Allah memberkahi tulisan-tulisannya sehingga kitab-kitabnya sampai saat ini selalu menjadi rujukan manusia.
Semoga Allah mengkaruniakan niat yang ikhlas dalam berdakwah kepada kita semua.