Ada beberapa adab yang mesti kita perhatikan dalam pergaulan sesama manusia. Diantara adab yang penting adalah hendaklah kita mengetahui sikap-sikap yang disukai manusia dan sikap-sikap yang tidak disukai manusia.
Sikap-sikap yang disukai manusia seperti :
1. Manusia suka kepada orang yang memberi perhatian kepada orang lain.
2. Manusia suka kepada orang yang mau mendengar ucapan mereka.
3. Manusia suka kepada orang yang menjauhi debat kusir.
4. Manusia suka kepada orang yang memberikan penghargaan dan penghormatan kepada orang lain.
5. Manusia suka kepada orang yang memberi kesempatan orang lain untuk maju.
6. Manusia suka kepada orang yang tahu berterima kasih atau suka membalas kebaikan.
7. Manusia suka kepada orang yang menjaga perasaan orang lain.
Sedangkan sikap-sikap yang tidak disukai manusia seperti :
1. Manusia tidak suka diberi nasihat di hadapan orang lain.
2. Manusia tidak suka diberi nasihat secara langsung.
3. Manusia tidak suka kepada orang yang selalu memojokkannya dengan kesalahan-kesalahannya.
4. Manusia tidak suka kepada orang yang tidak pernah melupakan kesalahan orang lain.
5. Manusia tidak suka kepada orang yang sombong.
6. Manusia tidak suka kepada orang yang terburu-buru memvonis orang lain.
7. Manusia tidak suka kepada orang yang mempertahankan kesalahannya, atau orang yang berat untuk merujuk kepada kebenaran setelah dia meyakini kebenaran itu.
8. Manusia tidak suka kepada orang yang menisbatkan kebaikan kepada dirinya dan menisbatkan kejelekan kepada orang lain.
(Dari buku Adab Bergaul, karangan Ustadz Fariq bin Gasim, hal. 37-81).
Kamis, 16 Juni 2011
Kamis, 09 Juni 2011
Berilah Hadiah Untuk Mempererat Ukhuwah
Ana mengenal seorang hamba Allah yang jika mempunyai kelapangan rezeki maka ia salurkan dengan memberi hadiah kepada sahabat-sahabatnya. Hadiah yang paling sering ia berikan adalah buku dan majalah agama. Beliau bercerita bahwa ‘hobi’-nya tersebut ia lakukan untuk mempererat rasa persaudaraan serta sebagai sarana dakwah. Dan berdasarkan pengalamannya, memang terbukti bahwa memberi hadiah sangat efektif untuk mengikat hati seseorang.
Maka alangkah benarnya hadits yang menyatakan :
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Sunan-nya : 6/169, dinilai hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no.965 dan Syaikh Al-Albani dalam Irwa' al-Ghalil no.1601).
Dalam sebuah syair disebutkan :
هدايـا النـاس بعضهم لبعض
تولد فـي قلوبهم الوصالا
“Hadiah-hadiah yang diberikan sesama manusia
Dapat mendatangkan keeratan hubungan dalam hati-hati mereka.”
Para salaf dahulu juga telah menerapkan akhlak yang mulia ini, bahkan mereka sanggup mengirim hadiah kepada sahabatnya yang jauh walaupun hadiah tersebut tidak seberapa nilainya. Seperti yang diceritakan Abu Nu’aim dalam kitabnya Hilyatul Auliya' (8/221), bahwa Muhammad bin Nadhar pernah mengirim sepasang sandal kepada seorang sahabatnya di daerah Abadan. Lalu ia menulis pesan : “Aku mengirimkannya kepadamu walau kusadari engkau tidak membutuhkannya. Akan tetapi, aku ingin engkau tahu bahwa engkau mempunyai tempat dihatiku.”
Maka alangkah benarnya hadits yang menyatakan :
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Sunan-nya : 6/169, dinilai hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no.965 dan Syaikh Al-Albani dalam Irwa' al-Ghalil no.1601).
Dalam sebuah syair disebutkan :
هدايـا النـاس بعضهم لبعض
تولد فـي قلوبهم الوصالا
“Hadiah-hadiah yang diberikan sesama manusia
Dapat mendatangkan keeratan hubungan dalam hati-hati mereka.”
Para salaf dahulu juga telah menerapkan akhlak yang mulia ini, bahkan mereka sanggup mengirim hadiah kepada sahabatnya yang jauh walaupun hadiah tersebut tidak seberapa nilainya. Seperti yang diceritakan Abu Nu’aim dalam kitabnya Hilyatul Auliya' (8/221), bahwa Muhammad bin Nadhar pernah mengirim sepasang sandal kepada seorang sahabatnya di daerah Abadan. Lalu ia menulis pesan : “Aku mengirimkannya kepadamu walau kusadari engkau tidak membutuhkannya. Akan tetapi, aku ingin engkau tahu bahwa engkau mempunyai tempat dihatiku.”
Selasa, 07 Juni 2011
Kisah Perjuangan Sekelompok Narapidana Untuk Menghafal Al-Qur’an
Dr. Yahya Al-Ghautsani berkata :
“Diantara kisah lucu yang saya dengar adalah sekelompok narapidana yang tidak memiliki mushaf. Masing-masing dari mereka membacakan apa yang ia hafal dari Al-Qur’an kepada yang lain, sehingga mereka dapat menghafal Al-Qur’an seluruhnya kecuali satu lembar terakhir dari surah Al-Anfal karena tidak ada seorang pun dari mereka yang hafal. Hal tersebut sangat membuat mereka resah. Hingga tiba giliran salah seorang dari mereka dibawa ke mahkamah untuk diadili. Ketika orang yang hendak diadili itu menunggu proses peradilannya, yang pertama terlintas di benaknya adalah mencari orang yang hafal akhir dari surah Al-Anfal. Dan ia menemukan orang yang hafal akhir surah Al-Anfal dari para hadirin yang menghadiri persidangannya. Sang narapidana itu langsung bergegas menghafalnya. Lalu ketika ia kembali ke penjara ia segera membacakan akhir dari surah Al-Anfal kepada teman-temannya, sehingga mereka dapat menghafalnya seperti menghafal surah Al-Fatihah.”
(Kaifa Tahfazh Al-Qur’an, hal.162, lewat perantaraan buku "Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an", Hamdan Hamud Al-Hajiri, hal.179 -dengan peringkasan-).
“Diantara kisah lucu yang saya dengar adalah sekelompok narapidana yang tidak memiliki mushaf. Masing-masing dari mereka membacakan apa yang ia hafal dari Al-Qur’an kepada yang lain, sehingga mereka dapat menghafal Al-Qur’an seluruhnya kecuali satu lembar terakhir dari surah Al-Anfal karena tidak ada seorang pun dari mereka yang hafal. Hal tersebut sangat membuat mereka resah. Hingga tiba giliran salah seorang dari mereka dibawa ke mahkamah untuk diadili. Ketika orang yang hendak diadili itu menunggu proses peradilannya, yang pertama terlintas di benaknya adalah mencari orang yang hafal akhir dari surah Al-Anfal. Dan ia menemukan orang yang hafal akhir surah Al-Anfal dari para hadirin yang menghadiri persidangannya. Sang narapidana itu langsung bergegas menghafalnya. Lalu ketika ia kembali ke penjara ia segera membacakan akhir dari surah Al-Anfal kepada teman-temannya, sehingga mereka dapat menghafalnya seperti menghafal surah Al-Fatihah.”
(Kaifa Tahfazh Al-Qur’an, hal.162, lewat perantaraan buku "Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an", Hamdan Hamud Al-Hajiri, hal.179 -dengan peringkasan-).
Langganan:
Postingan (Atom)