Seorang pendakwah tidaklah cukup dengan berbekal ilmu saja, tetapi hendaklah ia membekali dirinya dengan akhlak mulia. Karena diantara sebab tidak diterimanya dakwah dalam masyarakat adalah bersumber dari kegagalan dalam berakhlak mulia. Maka hendaklah setiap orang yang berakal mengambil pelajaran daripadanya.
Sungguh tabiat manusia tidak menyukai akhlak yang tercela, meskipun pemiliknya adalah seorang yang berilmu nyaris sempurna. Imam Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dalam mukaddimah kitabnya Iqtidha’ Al Ilmi Al Amal berkata : “Yang paling memprihatinkan adalah seorang ahli ilmu yang ditinggalkan manusia karena keburukan akhlaknya, atau seorang bodoh yang diikuti manusia karena banyak ibadahnya.” Renungkanlah perkataan beliau -rahimahullah- tersebut, maka akan kita dapatkan kebenaran kata-katanya.
Dalam sebuah syair dikatakan :
أحسن إلى الناس تستعبد قلوبهم
فطالما استعبد الإنسان إحسان
“Berbuat baiklah kepada manusia niscaya engkau akan mendapatkan hati mereka;
Betapa sering perbuatan baik itu dapat menundukkan manusia.”
Maka berakhlak mulialah kepada sesama manusia. Karena ilmu bukan hanya sekedar wacana, tapi juga menuntut pembuktian apakah seseorang sudah mengamalkannya.
Kamis, 29 September 2011
Kamis, 22 September 2011
Keinginan Manusia Tidak Selalu Bermaslahat Untuk Dirinya
Mungkin saja jiwa seorang hamba menginginkan salah satu perkara dunia, yang mana ia menganggap dengan hal itu ia dapat mencapai tujuannya. Tapi Allah -dengan belas kasih-Nya- mengetahui bahwa hal itu merugikan buat hamba-Nya, kemudian Allah menghalangi keinginan hamba-Nya tersebut. Lalu hamba itu tidak menyukai keadaannya, dan ia tidak mengetahui bahwa Allah telah mengasihinya, dimana Dia meneguhkan perkara yang bermanfaat bagi hamba-Nya dan memalingkan perkara yang merugikan hamba-Nya.
Betapa banyak manusia yang sesak dan sempit dadanya karena kehilangan sesuatu yang disukai, atau datangnya sesuatu yang menyedihkan. Ketika hikmah perkara itu tersingkap dan rahasia takdir diketahui, anda akan melihatnya bergembira karena akibatnya ternyata baik untuk dirinya.
Dikatakan :
وربما سرني ما كنت أحذره
وربما ساءني ما كنت أرجوه
“Mungkin baik untukku sesuatu yang dulu aku menghindarinya,
Dan mungkin buruk untukku sesuatu yang dulu aku mengharapkannya.”
(Al-Iman bil Qadha' wal Qadar, Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, hal. 99-100 dengan diringkas).
Betapa banyak manusia yang sesak dan sempit dadanya karena kehilangan sesuatu yang disukai, atau datangnya sesuatu yang menyedihkan. Ketika hikmah perkara itu tersingkap dan rahasia takdir diketahui, anda akan melihatnya bergembira karena akibatnya ternyata baik untuk dirinya.
Dikatakan :
وربما سرني ما كنت أحذره
وربما ساءني ما كنت أرجوه
“Mungkin baik untukku sesuatu yang dulu aku menghindarinya,
Dan mungkin buruk untukku sesuatu yang dulu aku mengharapkannya.”
(Al-Iman bil Qadha' wal Qadar, Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, hal. 99-100 dengan diringkas).
Senin, 19 September 2011
Orang Bertakwa Senantiasa “Berpuasa” Di Dunia
Sesungguhnya setiap mukmin tidak hanya berpuasa di bulan Ramadhan saja, tapi juga berpuasa pada seluruh hari-harinya ketika ia di dunia. Mengapa demikian? Karena setiap hari ia berpuasa dari larangan Allah Ta’ala, berpuasa dari mengikuti hawa nafsunya, dan berpuasa dari bujukan syaitan kepadanya. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin, dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)
Dikatakan “penjara” karena tidak semua keinginan di dunia boleh diturutkan dan bebas untuk hidup semaunya, tapi haruslah mengikuti aturan dari Sang Pencipta.
Sungguh indah perkataan Imam Ibnu Rajab dalam kitab Lathaif Al-Ma’arif-nya : “Dunia ini seluruhnya adalah bulan puasa bagi orang-orang yang bertakwa, sedangkan hari rayanya adalah hari pertemuan dengan Rabb-Nya. Dan sesungguhnya sebagian besar waktu siang untuk puasa telah lewat, sedangkan hari raya pertemuan dengan Rabb-Nya telah dekat.”
Maka wahai saudaraku, bersabarlah sampai datang hari berbuka tiba. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu meneguhkan iman kita ketika menjalani “puasa” di dunia.
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin, dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)
Dikatakan “penjara” karena tidak semua keinginan di dunia boleh diturutkan dan bebas untuk hidup semaunya, tapi haruslah mengikuti aturan dari Sang Pencipta.
Sungguh indah perkataan Imam Ibnu Rajab dalam kitab Lathaif Al-Ma’arif-nya : “Dunia ini seluruhnya adalah bulan puasa bagi orang-orang yang bertakwa, sedangkan hari rayanya adalah hari pertemuan dengan Rabb-Nya. Dan sesungguhnya sebagian besar waktu siang untuk puasa telah lewat, sedangkan hari raya pertemuan dengan Rabb-Nya telah dekat.”
Maka wahai saudaraku, bersabarlah sampai datang hari berbuka tiba. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu meneguhkan iman kita ketika menjalani “puasa” di dunia.
Kamis, 15 September 2011
Tidak Sempat Menulis Buku ?
Ana membaca di sebuah forum, ada seseorang yang berkata bahwa biasanya orang sibuk yang justru sempat menulis buku. Ana tersenyum dan membenarkan ucapannya, karena demikianlah adanya. Rasanya betapa banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Selalu saja hati ini berkata : "Nanti saja", "Belum saatnya", "Waktunya masih lama", dan lain sebagainya. Tapi itu hanyalah alasan saja dari orang yang sibuk dengan urusan dunia.
Lihatlah para ulama. Walau sibuk bagaimanapun juga tapi masih sempat menulis karya-karya hebat yang tiada duanya. Bahkan banyak dari mereka yang menulis ketika di penjara. Sudah masyhur adanya bahwa karya-karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) banyak yang ditulis ketika ia dipenjara. Sampai-sampai ia menulis dengan arang ketika alat tulisnya disita.
Juga Ibnu Rusyd (wafat 595 H) pengarang kitab Bidayatul Mujtahid yang terkenal. Beliau ketika dipenjara sempat menulis kitab yang berjudul Al-Manthiq, padahal ketika itu ia sudah lanjut usia. Begitu pula As-Sarkhasi (wafat 490 H), seorang ulama besar dari madzhab Hanafi yang menyelesaikan kitab fiqihnya sebanyak 30 jilid dari dalam penjara. Hebatnya, ia menulis kitab tersebut dari hafalannya.
Demikianlah keadaan mereka. Lalu kita yang dengan segala fasilitas dan waktu yang ada, malah duduk berleha-leha. Hanya mampu sekedar menulis sepatah dua patah kata, kemudian setelah itu menyangka telah banyak menyumbang untuk agama? Haihata haihata..
Lihatlah para ulama. Walau sibuk bagaimanapun juga tapi masih sempat menulis karya-karya hebat yang tiada duanya. Bahkan banyak dari mereka yang menulis ketika di penjara. Sudah masyhur adanya bahwa karya-karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) banyak yang ditulis ketika ia dipenjara. Sampai-sampai ia menulis dengan arang ketika alat tulisnya disita.
Juga Ibnu Rusyd (wafat 595 H) pengarang kitab Bidayatul Mujtahid yang terkenal. Beliau ketika dipenjara sempat menulis kitab yang berjudul Al-Manthiq, padahal ketika itu ia sudah lanjut usia. Begitu pula As-Sarkhasi (wafat 490 H), seorang ulama besar dari madzhab Hanafi yang menyelesaikan kitab fiqihnya sebanyak 30 jilid dari dalam penjara. Hebatnya, ia menulis kitab tersebut dari hafalannya.
Demikianlah keadaan mereka. Lalu kita yang dengan segala fasilitas dan waktu yang ada, malah duduk berleha-leha. Hanya mampu sekedar menulis sepatah dua patah kata, kemudian setelah itu menyangka telah banyak menyumbang untuk agama? Haihata haihata..
Senin, 05 September 2011
Untuk Perindu Kampung Akhirat
Abul ‘Atahiyah berkata :
فلا تَعشَقِ الدّنْيا، أُخيَّ، فإنّما
يُرَى عاشِقُ الدُّنيَا بجُهْدِ بَلاَءِ
حَلاَوَتُهَا ممزَوجَة ٌ بمرارة ٍ
ورَاحتُهَا ممزوجَة ٌ بِعَناءِ
فَلا تَمشِ يَوْماً في ثِيابِ مَخيلَة ٍ
فإنَّكَ من طينٍ خلقتَ ومَاءِ
لَقَلّ امرُؤٌ تَلقاهُ لله شاكِراً
وقلَّ امرؤٌ يرضَى لهُ بقضَاءِ
“Saudaraku janganlah engkau merindu dunia
Sesungguhnya perindunya akan ditimpa bencana;
Manisnya bercampur dengan kepahitan
Dan lapangnya diiringi dengan kepayahan;
Janganlah engkau berjalan dengan baju kesombongan
Sesungguhnya engkau tercipta dari tanah dan air mani yang menjijikkan;
Sungguh sedikit hamba yang bertemu Tuhan dengan mensyukuri kenikmatan
Dan sedikit pula hamba yang ridho dengan takdir yang telah ditetapkan.”
(Dari Diwan Abul ‘Atahiyah : 1/1, dengan perantaraan majalah Adz-Dzakhirah edisi 71/1432 H).
فلا تَعشَقِ الدّنْيا، أُخيَّ، فإنّما
يُرَى عاشِقُ الدُّنيَا بجُهْدِ بَلاَءِ
حَلاَوَتُهَا ممزَوجَة ٌ بمرارة ٍ
ورَاحتُهَا ممزوجَة ٌ بِعَناءِ
فَلا تَمشِ يَوْماً في ثِيابِ مَخيلَة ٍ
فإنَّكَ من طينٍ خلقتَ ومَاءِ
لَقَلّ امرُؤٌ تَلقاهُ لله شاكِراً
وقلَّ امرؤٌ يرضَى لهُ بقضَاءِ
“Saudaraku janganlah engkau merindu dunia
Sesungguhnya perindunya akan ditimpa bencana;
Manisnya bercampur dengan kepahitan
Dan lapangnya diiringi dengan kepayahan;
Janganlah engkau berjalan dengan baju kesombongan
Sesungguhnya engkau tercipta dari tanah dan air mani yang menjijikkan;
Sungguh sedikit hamba yang bertemu Tuhan dengan mensyukuri kenikmatan
Dan sedikit pula hamba yang ridho dengan takdir yang telah ditetapkan.”
(Dari Diwan Abul ‘Atahiyah : 1/1, dengan perantaraan majalah Adz-Dzakhirah edisi 71/1432 H).
Langganan:
Postingan (Atom)