Rabu, 02 Maret 2011

Sesuaikah Ilmu Dengan Amal Anda?

Beberapa hari yang lalu ketika ana mencari sebuah buku di lemari buku, ana melihat sebuah buku yang sudah lama ana tidak mengulang membacanya. Bukunya berjudul : “Sesuaikah Ilmu Dengan Amal Anda”. Sebuah buku terjemahan dari karya Al Imam Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) yang berjudul Iqthido’ Al Ilmi Al Amal. Buku itu ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Edisi terjemahan diterbitkan oleh Pustaka At Tauhid, Jakarta, 2002.

Bukunya tidak terlalu tebal, hanya 132 halaman. Tapi memuat banyak sekali faedah-faedah. Penulis buku menguraikan pembahasan dalam 12 bab yaitu :

Bab 1 : Pertanggung jawaban ilmu dan amal pada hari kiamat.

Bab 2 : Ancaman bagi orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya serta perbedaannya dengan orang yang mengamalkannya, ditinjau dari segi hukum.

Bab 3 : Ancaman bagi orang yang menuntut ilmu untuk berbangga-bangga, riya’, dan untuk mencapai tujuan tertentu.

Bab 4 : Larangan dan ancaman bagi orang yang membaca Al-Qur’an untuk mencari ketenaran dan kemasyhuran, bukan untuk mengamalkannya dan mencari pahala.

Bab 5 : Ancaman bagi orang yang hanya membaca Al-Qur’an tanpa memperdulikan hukum-hukumnya.

Bab 6 : Larangan menuntut ilmu bila digunakan untuk selain ibadah.

Bab 7 : Makruhnya menuntut ilmu untuk berbangga-bangga, membuat majelis, mencari pengikut dan teman.

Bab 8 : Makruhnya mempelajari ilmu nahwu bagi orang yang dikhawatirkan akan timbul dalam dirinya sifat sombong dan angkuh.

Bab 9 : Berpegang kepada keyakinan tentang akhirat.

Bab 10 : Amal adalah bekal dan simpanan yang paling berharga pada hari kiamat.

Bab 11 : Memanfaatkan waktu muda, waktu sehat dan waktu luang untuk segera berbuat amal sebelum ajal tiba.

Bab 12 : Menunda-nunda adalah perbuatan tercela.

Setiap bab diawali dengan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian perkataan dari para Sahabat, perkataan dari para Tabi’in, perkataan dari para Tabi’ut Tabi’in, dan perkataan generasi salaf seterusnya.

Banyak sekali kata-kata hikmah serta syair-syair dari para salafus shalih dalam buku itu sebagai pengingat dan penyejuk jiwa. Diantaranya adalah syair yang terdapat pada Bab 8 ketika membahas para ahli nahwu yang sibuk mempelajari bahasa tapi lupa untuk beramal, sehingga sebagian mereka yang insyaf berkata:

لم نؤت من جهل ولكننا
نستر وجه العلم بالجهل
نكره أن نلحن في قولنا
ولا نبالي اللحن في الفعل

Bukan kebodohan yang mendatangi kami,
Tetapi kamilah yang menyelubungi wajah ilmu dengan kebodohan,
Kami benci keliru dalam berucap,
Tetapi kami tidak memperdulikan kekeliruan dalam beramal.”

Seorang salaf bernama Ibrahim bin Adham berkata : “Kami sangat teliti dalam berbicara dan tidak pernah keliru, tetapi kami salah dalam beramal dan tidak mengintrospeksi diri.”

Masih banyak kata-kata mutiara lainnya dalam buku itu. Kata-kata yang memberi motivasi dan peringatan agar jangan sibuk menuntut ilmu sampai lupa beramal, segera beramal setelah berilmu, dan mengikhlaskan niat dalam beramal.

Maka segeralah beramal wahai saudaraku, karena umur manusia sangatlah pendek, sementara tidak diketahui kapan datangnya ajal.

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    “Bukan kebodohan yang mendatangi kami,
    Tetapi kamilah yang menyelubungi wajah ilmu dengan kebodohan,
    Kami benci keliru dalam berucap,
    Tetapi kami tidak memperdulikan kekeliruan dalam beramal.”

    Sangat2 terkena pada diri ini.. astaghfirullah..

    Jazakallahu khair ya akhi.. barakallahu fik

    BalasHapus
  2. Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

    Terima kasih juga kerana sudi meluangkan waktu membaca blog ini.

    Kitab karangan Al-Khatib Al-Baghdadi tersebut memang membuat muhasabah diri dengan ilmu yang telah dipelajari selama ini. Terkadang kita terlalu sibuk menuntut ilmu sampai lupa untuk beramal. Ada juga yang menghabiskan umurnya untuk mempelajari ilmu yang kurang penting sehingga melalaikan ilmu yang lebih utama untuk dipelajari. Sebagaimana perkataan seorang ahli bahasa bernama Hilal bin Al-‘Alaa Al-Bahili kepada dirinya sendiri :

    سيبلى لسان كان يعرب لفظة **** فيا ليتهُ من وقفة العرض يسلمُ
    وما ينفع الإعرابُ إن لم يكن تقى ****وما ضر ذا تقوى لسانٌ معجَّمُ

    “Lidah yang pernah menyatakan satu ucapan akan mendapat cobaan,
    Duhai seandainya ia dapat selamat dari mempelajari ilmu ‘arudh,
    Kefasihan dalam berbicara tidak akan bermanfaat jika tidak ada ketakwaan,
    Dan lidah yang tidak fasih akan selamat jika ia bertakwa.”

    Semoga Allah merahmati beliau. Sungguh perkataannya membuat jiwa tersadar, apa gunanya di dunia lidah yang fasih, jika di hari kiamat tidak selamat kerana tidak bertakwa..

    BalasHapus