Motivasi tidak hanya berasal dari pujian manusia. Terkadang motivasi juga timbul karena merasa diremehkan. Ana pernah membaca beberapa kisah ulama yang pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu agama, tapi karena diejek manusia maka ia pun bertekad mendalami ilmu dan berhasil menjadi ahlinya.
Kisah tersebut diantaranya :
Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H) pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu fikih. Sampai suatu hari ketika ia berusia 26 tahun, beliau memasuki masjid dan langsung duduk (tidak melakukan shalat tahiyatul masjid). Tiba-tiba ada seorang lelaki berkata kepadanya : “Berdirilah dan lakukan shalat sunnah tahiyatul masjid!”. Ibnu Hazm pun langsung berdiri dan melaksanakan shalat tahiyatul masjid.
Di lain waktu, ketika Ibnu Hazm masuk masjid dan langsung shalat tahiyatul masjid, tiba-tiba ada orang yang mencelanya dan berkata: “Duduk, duduk! Ini waktu terlarang untuk shalat! (ketika itu ba’da ashar).”
Ibnu Hazm berkata : “Maka saya pun pergi dan sangat sedih -pada sebagian riwayat dikatakan ia merasa terhina- lalu saya meminta kepada seseorang agar menunjukkan rumah seorang ahli fikih bernama Abi Abdillah bin Dahun. Setelah saya menjumpainya dan menceritakan apa yang menimpa saya, beliau kemudian menyuruh untuk mengkaji kitab Al-Muwattha’ karangan Imam Malik. Saya mulai mempelajari kitab itu selama 3 tahun hingga saya dapat berdiskusi dalam masalah keilmuan.”
(Siyar A’lam an-Nubala' : 18/199, Adz-Dzahabi).
Kisah lainnya :
Seorang ulama yang bernama Khalid bin Abdullah Al-Azhari (wafat 905 H) awalnya adalah seorang yang bertugas menyalakan lampu di masjid Jami’ Al-Azhari. Beliau sehari-hari bekerja menuangkan minyak dan menyalakan lampu agar dapat menerangi para pelajar yang belajar di malam hari.
Pada suatu hari, tatkala ia menuangkan minyak ke lampu, tiba-tiba lampu itu jatuh dan menimpa kursi salah seorang pelajar, dan tumpahan minyak mengenai buku-buku pelajar tersebut. Pelajar itu kontan marah dan mengejek Khalid dengan perkataan yang kasar.
Ejekan tersebut membekas di hatinya, sehingga mulailah ia menyibukkan dirinya dengan mempelajari ilmu, walau usianya ketika itu sudah 36 tahun. Dengan kesungguhannya, Khalid bin Abdullah Al-Azhari menjadi ulama terkenal terutama di bidang nahwu. Diantara karyanya adalah Syarah al-Ajrumiyah, At-Tashrih fi Syarhi Awadhahi al-Masalik, Al-Alghaz an-Nahwiyah, dan sebagainya.
(Hamdan Hamud al-Hajari, Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an, hlm. 64).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar