Seorang salaf menulis surat kepada saudaranya yang isinya : “Wahai saudaraku, engkau bercita-cita akan selamanya hidup di dunia, tetapi ketahuilah sebenarnya engkau hanyalah seorang musafir saja. Engkau berjalan dengan cepat, dan engkau akan disambut oleh kematian. Sementara dunia telah menggulung tikarnya dibelakangmu, melipat umurmu yang telah berlalu dan waktumu tidak bisa diulang lagi.” (Jami’ul Ulum wal Hikam : 381, Ibnu Rajab al-Hanbali).
Demikianlah saudaraku, perhatikanlah banyak manusia di sekeliling kita yang berlomba-lomba ingin memperpanjang usianya. Apakah mereka lupa atau berpura-pura lupa bahwa tidak ada yang abadi di dunia? Ataukah tidak ada lagi kata ‘kematian’ dalam kamus mereka? Alangkah sangat-sangat mengherankan. Sungguh, cinta dunia telah membuat manusia lupa. Lupa akan hakikat dirinya, dan lupa bahwa dunia adalah fana.
Al-Hasan berkata : “Kalian berangan-angan mendapatkan umur seperti umur umat Nabi Nuh alaihi salam. Padahal kematian mengetuk pintumu setiap malam.” (Az-Zuhd : 47, Al-Hasan Al-Bashri).
Perumpamaan pecinta dunia dan dunia yang menungganginya, bak perkataan seseorang yang berkata :
يؤمل دنيا لتبقى له
فوافى المنية قبل الأمل
حثيثا يروي أصول الفسيل
فعاش الفسيل ومات الرجل
“Dia memilih dunia untuk kekal bersamanya,
Padahal kematian mendatanginya sebelum angannya terlaksana,
Dengan cepat batang kurma ia sirami,
Batang kurmanya tetap hidup sedangkan penyiramnya telah mati.”
Kamis, 04 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar