Apa definisi cinta? Imam Ibnul Qayyim berkata : “Cinta tidak dapat didefinisikan dengan jelas. Bahkan jika didefinisikan tidak menghasilkan sesuatu kecuali menambah ketidakjelasan. Karena definisinya adalah perasaan cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin : 3/9).
Ya, beliau benar. Karena cinta sangat sederhana sehingga tidak perlu didefinisikan dengan kata-kata, dan cukuplah dirasakan dalam hati saja. Ana teringat sebuah puisi dari seorang sastrawan yang mengungkapkan betapa "sederhananya" cinta. Beliau berkata :
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu;
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…”.
Selasa, 11 Desember 2012
Selasa, 20 November 2012
Antara Aku Dan Buku
إذا اعتللت فكتب العلم تشفيني
فيها نز اهة الحاظي وتزييني
إذا اشتكيت إليها الهم من حزن
مالت إلي تعزيني و تسليني
حسبي الدفاتر من دنيا قنعت بها
لا أبتغي بدلا منها ومن ديني
“Apabila aku sakit maka kitab-kitab ilmu dapat menyembuhkanku,
Di dalamnya terdapat kesenangan pandangan dan perhiasanku,
Apabila keluhan rasa sedih dan gundah terasa olehku,
Ia akan menuju kepadaku untuk berbelasungkawa dan menghiburku,
Cukuplah kitab-kitab itu bagiku dari dunia yang aku telah puas dengannya,
Aku tidak ingin mencari penggantinya dan tidak pula aku mengganti agama.”
فيها نز اهة الحاظي وتزييني
إذا اشتكيت إليها الهم من حزن
مالت إلي تعزيني و تسليني
حسبي الدفاتر من دنيا قنعت بها
لا أبتغي بدلا منها ومن ديني
“Apabila aku sakit maka kitab-kitab ilmu dapat menyembuhkanku,
Di dalamnya terdapat kesenangan pandangan dan perhiasanku,
Apabila keluhan rasa sedih dan gundah terasa olehku,
Ia akan menuju kepadaku untuk berbelasungkawa dan menghiburku,
Cukuplah kitab-kitab itu bagiku dari dunia yang aku telah puas dengannya,
Aku tidak ingin mencari penggantinya dan tidak pula aku mengganti agama.”
Kamis, 01 November 2012
Terimakasih Kepada Pendengki
Jangan bersedih jika orang mendengki anda. Bersyukurlah kepada Allah karena anda bukan orang yang mendengki. Status anda sebagai orang yang didengki merupakan bukti ketinggian derajat dan keluhuran kedudukan anda. Itu merupakan bukti bahwa Allah terus memberi anda nikmat-Nya.
Ketahuilah, sesungguhnya kedengkian orang kepada anda merupakan iklan gratis tentang keutamaan dan kemuliaan anda. Ia merupakan jalan pintas bagi popularitas anda. Orang yang mendengki anda telah memberikan kebaikan-kebaikannya kepada anda dengan sukarela, dan memikul kejelekan-kejelekan anda.
Jika anda melihat seseorang banyak didengki, ketahuilah bahwa ia adalah orang mulia yang layak menempati kedudukan tinggi lagi terhormat. Dan jika anda melihat seseorang tidak pernah didengki, ketahuilah ia adalah orang biasa-biasa saja yang tidak pantas menduduki derajat tinggi dan terhormat.
(Nukilan dari buku Hakadza Haddatsana az-Zaman, Dr. 'Aidh al-Qarni).
Ketahuilah, sesungguhnya kedengkian orang kepada anda merupakan iklan gratis tentang keutamaan dan kemuliaan anda. Ia merupakan jalan pintas bagi popularitas anda. Orang yang mendengki anda telah memberikan kebaikan-kebaikannya kepada anda dengan sukarela, dan memikul kejelekan-kejelekan anda.
Jika anda melihat seseorang banyak didengki, ketahuilah bahwa ia adalah orang mulia yang layak menempati kedudukan tinggi lagi terhormat. Dan jika anda melihat seseorang tidak pernah didengki, ketahuilah ia adalah orang biasa-biasa saja yang tidak pantas menduduki derajat tinggi dan terhormat.
(Nukilan dari buku Hakadza Haddatsana az-Zaman, Dr. 'Aidh al-Qarni).
Selasa, 23 Oktober 2012
Bersabar Dalam Menuntut Ilmu
Ada beberapa teman ana yang dulunya bersemangat menuntut ilmu. Sayangnya, seiring dengan perjalanan waktu, mereka tidak sabar dalam menuntut ilmu dan berhenti karena merasa kesulitan untuk mengikutinya. Padahal jika mereka mau bersabar sejenak dan meluangkan sedikit kesusahan dalam belajar, mungkin mereka sekarang telah mencapai derajat yang mereka idamkan sebelumnya.
Sejatinya, ilmu memang tidak dapat diperoleh dengan badan yang bersantai-santai dan dalam waktu yang singkat. Kita memohon kepada Allah agar dikaruniai kesabaran dalam menuntut ilmu serta menjadikan ilmu tersebut bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain di sekitar kita.
ومن لم يذق مر التعلم ساعة
تجرع ذل الجهل طول حياته
ومن فاته التعليم وقت شبابه
فكبر عليـه أربعاً لوفـاته
“Siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu barang sekejap mata,
Niscaya dia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya,
Dan barangsiapa yang ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka ucapkanlah takbir empat kali karena kematiannya.”
Sejatinya, ilmu memang tidak dapat diperoleh dengan badan yang bersantai-santai dan dalam waktu yang singkat. Kita memohon kepada Allah agar dikaruniai kesabaran dalam menuntut ilmu serta menjadikan ilmu tersebut bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain di sekitar kita.
ومن لم يذق مر التعلم ساعة
تجرع ذل الجهل طول حياته
ومن فاته التعليم وقت شبابه
فكبر عليـه أربعاً لوفـاته
“Siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu barang sekejap mata,
Niscaya dia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya,
Dan barangsiapa yang ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka ucapkanlah takbir empat kali karena kematiannya.”
Senin, 22 Oktober 2012
Buku Apa Yang Ada Di Atas Tempat Tidurmu ?
Copas -dengan sedikit pengeditan- dari tulisan Ust. Nidlol (Al-Azhar, Mesir) :
“Di atas tempat tidurnya, Dr. Husein Al-Hakami menaruh buku Siyar A'lam Nubala'. Buku itu adalah buku paling populer karya Imam Adz-Dzahabi yang berisi biografi para tokoh-tokoh besar sepanjang sejarah. Ditulis dengan nafas yang lembut dan mendalam, kata para ulama, "Adz-Dzahabiy dzahabiyyul kalaam" (ucapan Imam Dzahaby itu bagai dzahab/emas). Cetakan populernya sekitar 35 jilid. Dicetak juga dalam 18 jilid.
Dr. Husein membaca buku tersebut beberapa menit setiap hari menjelang istirahat malam. Hasilnya? Beliau -bihamdillah- berhasil mengkhatamkan buku ini dalam setahun. Dimulai dari bulan Ramadhan, dan habis tuntas pada bulan Ramadhan tahun berikutnya. Subhanallah!
Pertanyaannya sekarang... BUKU APA YANG ADA DI ATAS TEMPAT TIDURMU...?”
“Di atas tempat tidurnya, Dr. Husein Al-Hakami menaruh buku Siyar A'lam Nubala'. Buku itu adalah buku paling populer karya Imam Adz-Dzahabi yang berisi biografi para tokoh-tokoh besar sepanjang sejarah. Ditulis dengan nafas yang lembut dan mendalam, kata para ulama, "Adz-Dzahabiy dzahabiyyul kalaam" (ucapan Imam Dzahaby itu bagai dzahab/emas). Cetakan populernya sekitar 35 jilid. Dicetak juga dalam 18 jilid.
Dr. Husein membaca buku tersebut beberapa menit setiap hari menjelang istirahat malam. Hasilnya? Beliau -bihamdillah- berhasil mengkhatamkan buku ini dalam setahun. Dimulai dari bulan Ramadhan, dan habis tuntas pada bulan Ramadhan tahun berikutnya. Subhanallah!
Pertanyaannya sekarang... BUKU APA YANG ADA DI ATAS TEMPAT TIDURMU...?”
Senin, 15 Oktober 2012
Kembali Kepada Kebenaran Jika Telah Mengetahuinya
Berkata Imam Asy-Syaukani rahimahullah :
“Termasuk salah satu petaka fanatisme yang menghapus keberkahan ilmu adalah ketika seorang penuntut ilmu mengeluarkan satu pendapat atas suatu masalah, sambil berlagak seolah-olah pendapat tersebut keluar dari seorang mufti atau ulama. Kemudian ia menggunakannya untuk berdebat dengan orang lain sehingga pendapat tersebut dikenal luas sebagai pendapatnya. Jika sudah demikian, maka ia akan sulit meninggalkan pendapat itu, meskipun ia tahu pendapatnya salah dan pendapat orang yang berseberangan dengannya justru yang benar.
Faktor penyebab kefanatikan ini adalah hal-hal yang bersifat keduniawian. Ia telah dikuasai syetan dan nafsu egonya, sehingga ia berpikir bahwa mengakui kesalahannya akan mengurangi kredibilitasnya, merendahkan derajatnya, menghancurkan citranya, dan membahayakan kepemimpinannya. Ini adalah khayalan orang yang tidak waras dan tipudaya yang batil. Sebab kembali kepada kebenaran justru akan membuat seseorang dihormati, diagungkan dan dipuji. Semua itu tidak akan didapatkannya jika ia tetap bersikeras pada kebatilan. Bahkan jika ia tetap bersikeras menapak di atas kebatilan, maka yang akan ia peroleh hanyalah pelecehan, peremehan, dan penghinaan.
Jalan kebenaran adalah sesuatu yang terang yang dapat dipahami oleh orang-orang berilmu terutama saat berdiskusi. Ketika seseorang melenceng dari kebenaran lantaran kefanatikan pada satu pendapat yang dipegangnya, maka di kalangan ahli ilmu ia akan terlihat sebagai salah satu dari dua orang :
Pertama : Orang yang fanatik, suka berdebat dan arogan. Jika ia memiliki pemahaman dan pengetahuan yang membuatnya dapat mengetahui kebenaran dan faktor-faktor untuk membedakan kebenaran.
Kedua : Orang bodoh yang rusak pemahaman dan persepsinya. Jika ia tidak memiliki ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui kebatilan yang ia yakini dan ia pertahankan dalam perdebatan. Tidak diragukan lagi, kedua jenis orang tersebut menyimpan segunung cacat.”
(Adab Ath-Thulab wa Muntaha Al-Adab, hal 88-89, dengan perantaraan buku “Fikih Menyikapi Kesalahan Dalam Perspektif Manhaj Salaf”, hal 116-117, karya Dr. Abdurrahman bin Ahmad Alusy).
“Termasuk salah satu petaka fanatisme yang menghapus keberkahan ilmu adalah ketika seorang penuntut ilmu mengeluarkan satu pendapat atas suatu masalah, sambil berlagak seolah-olah pendapat tersebut keluar dari seorang mufti atau ulama. Kemudian ia menggunakannya untuk berdebat dengan orang lain sehingga pendapat tersebut dikenal luas sebagai pendapatnya. Jika sudah demikian, maka ia akan sulit meninggalkan pendapat itu, meskipun ia tahu pendapatnya salah dan pendapat orang yang berseberangan dengannya justru yang benar.
Faktor penyebab kefanatikan ini adalah hal-hal yang bersifat keduniawian. Ia telah dikuasai syetan dan nafsu egonya, sehingga ia berpikir bahwa mengakui kesalahannya akan mengurangi kredibilitasnya, merendahkan derajatnya, menghancurkan citranya, dan membahayakan kepemimpinannya. Ini adalah khayalan orang yang tidak waras dan tipudaya yang batil. Sebab kembali kepada kebenaran justru akan membuat seseorang dihormati, diagungkan dan dipuji. Semua itu tidak akan didapatkannya jika ia tetap bersikeras pada kebatilan. Bahkan jika ia tetap bersikeras menapak di atas kebatilan, maka yang akan ia peroleh hanyalah pelecehan, peremehan, dan penghinaan.
Jalan kebenaran adalah sesuatu yang terang yang dapat dipahami oleh orang-orang berilmu terutama saat berdiskusi. Ketika seseorang melenceng dari kebenaran lantaran kefanatikan pada satu pendapat yang dipegangnya, maka di kalangan ahli ilmu ia akan terlihat sebagai salah satu dari dua orang :
Pertama : Orang yang fanatik, suka berdebat dan arogan. Jika ia memiliki pemahaman dan pengetahuan yang membuatnya dapat mengetahui kebenaran dan faktor-faktor untuk membedakan kebenaran.
Kedua : Orang bodoh yang rusak pemahaman dan persepsinya. Jika ia tidak memiliki ilmu yang dapat mengantarkannya mengetahui kebatilan yang ia yakini dan ia pertahankan dalam perdebatan. Tidak diragukan lagi, kedua jenis orang tersebut menyimpan segunung cacat.”
(Adab Ath-Thulab wa Muntaha Al-Adab, hal 88-89, dengan perantaraan buku “Fikih Menyikapi Kesalahan Dalam Perspektif Manhaj Salaf”, hal 116-117, karya Dr. Abdurrahman bin Ahmad Alusy).
Selasa, 09 Oktober 2012
Do'a
Ada seorang lelaki yang dulu kerap berdo'a
Agar ia tidak dikenal oleh penduduk dunia,
Ia berharap semoga Allah menjadikannya
Cukuplah dikenal oleh penduduk langit sana,
Sekarang saat dunia datang menghampirinya
Semoga ia masih ingat dengan do'anya yang lama.
=====================================
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah neraka dan siksa neraka, dari fitnah kubur dan siksa kubur, dan dari buruknya fitnah kekayaan serta dari buruknya fitnah kemiskinan." (HR. Al-Bukhari).
Agar ia tidak dikenal oleh penduduk dunia,
Ia berharap semoga Allah menjadikannya
Cukuplah dikenal oleh penduduk langit sana,
Sekarang saat dunia datang menghampirinya
Semoga ia masih ingat dengan do'anya yang lama.
=====================================
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَشَرِّ فِتْنَةِ الْغِنَى وَشَرِّ فِتْنَةِ الْفَقْرِ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah neraka dan siksa neraka, dari fitnah kubur dan siksa kubur, dan dari buruknya fitnah kekayaan serta dari buruknya fitnah kemiskinan." (HR. Al-Bukhari).
Senin, 27 Agustus 2012
Hal-Hal Yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Menyebarkan Suatu Perkara
Imam Asy-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwafaqat (5/172) menjelaskan hal-hal yang perlu dipertimbangkan ketika ingin menyebarkan suatu perkara, yakni :
(Langkah pertama) engkau timbang perkara tersebut secara syari'at. Jika perkara tersebut dibenarkan secara syari'at, maka;
(Langkah kedua) pertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan tatkala disampaikan pada zaman dan masyarakat yang ada pada saat itu. Seandainya tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan), maka;
(Langkah ketiga) timbanglah perkara itu dengan pikiranmu, apakah akal masyarakat telah mampu untuk memahami perkara tersebut sehingga mereka mau menerimanya atau tidak. Jika engkau pertimbangkan bahwa akal mereka telah mampu menerimanya, maka;
(Langkah keempat) sampaikanlah kepada masyarakat umum jika itu bisa diterima kepada masyarakat umum, atau sampaikan kepada komunitas terbatas jika perkara itu tidak cocok untuk disampaikan kepada masyarakat umum.
(Dikutip dari artikel "Hikmah Dalam Berdakwah" oleh Ustadz Abdullah Zaen -hafidzahullah- yang dimuat majalah Al-Furqon edisi 12/Th 11 Rajab 1433 hal. 56-57).
(Langkah pertama) engkau timbang perkara tersebut secara syari'at. Jika perkara tersebut dibenarkan secara syari'at, maka;
(Langkah kedua) pertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan tatkala disampaikan pada zaman dan masyarakat yang ada pada saat itu. Seandainya tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan), maka;
(Langkah ketiga) timbanglah perkara itu dengan pikiranmu, apakah akal masyarakat telah mampu untuk memahami perkara tersebut sehingga mereka mau menerimanya atau tidak. Jika engkau pertimbangkan bahwa akal mereka telah mampu menerimanya, maka;
(Langkah keempat) sampaikanlah kepada masyarakat umum jika itu bisa diterima kepada masyarakat umum, atau sampaikan kepada komunitas terbatas jika perkara itu tidak cocok untuk disampaikan kepada masyarakat umum.
(Dikutip dari artikel "Hikmah Dalam Berdakwah" oleh Ustadz Abdullah Zaen -hafidzahullah- yang dimuat majalah Al-Furqon edisi 12/Th 11 Rajab 1433 hal. 56-57).
Senin, 13 Agustus 2012
Koleksi Buku Dan Berkah Ilmu
Ana terkadang merasa “minder” melihat koleksi buku ana yang tidak seberapa dibandingkan koleksi teman lainnya. Jujur ana akui, satu-satunya penghalang untuk menambah koleksi buku adalah masalah biaya. Setiap bulan rasanya harus memeras otak bagaimana membagi uang gaji untuk kebutuhan sehari-hari dengan membeli buku :)
Untuk menghibur lara, biasanya ana mengingat-ingat perkataan seorang ulama yang pernah berkata : “Orang yang hanya memiliki sebuah mushaf Al-Qur’an dan mengamalkan isinya lebih baik daripada orang yang memiliki tumpukan buku yang tidak ia amalkan isinya.” Subhanallah, pertama kali ana mendengar perkataan tersebut, rasanya sangat memotivasi sekaligus menghibur gundah di dalam dada.
Lalu ana teringat pula cerita Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam An-Nubala' ketika menceritakan biografi Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H). Dikisahkan bahwa Imam Al-Baihaqi tidak memiliki kitab Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan tidak juga memiliki kitab Sunan At-Tirmidzi. Tapi lihatlah, Allah Ta’ala memberkahi ilmunya sehingga karya-karya Imam Al-Baihaqi sampai sekarang tetap dibaca dan diambil manfaatnya oleh generasi kita.
Maka ana cuma ingin berkata : “Jika ada yang mengalahkanmu dalam koleksi buku, maka kalahkan ia dalam mengamalkannya, walau koleksi bukumu tidak seberapa.”
Untuk menghibur lara, biasanya ana mengingat-ingat perkataan seorang ulama yang pernah berkata : “Orang yang hanya memiliki sebuah mushaf Al-Qur’an dan mengamalkan isinya lebih baik daripada orang yang memiliki tumpukan buku yang tidak ia amalkan isinya.” Subhanallah, pertama kali ana mendengar perkataan tersebut, rasanya sangat memotivasi sekaligus menghibur gundah di dalam dada.
Lalu ana teringat pula cerita Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lam An-Nubala' ketika menceritakan biografi Imam Al-Baihaqi (wafat 458 H). Dikisahkan bahwa Imam Al-Baihaqi tidak memiliki kitab Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan tidak juga memiliki kitab Sunan At-Tirmidzi. Tapi lihatlah, Allah Ta’ala memberkahi ilmunya sehingga karya-karya Imam Al-Baihaqi sampai sekarang tetap dibaca dan diambil manfaatnya oleh generasi kita.
Maka ana cuma ingin berkata : “Jika ada yang mengalahkanmu dalam koleksi buku, maka kalahkan ia dalam mengamalkannya, walau koleksi bukumu tidak seberapa.”
Selasa, 07 Agustus 2012
Tingkatan Manusia Dalam Takut Kepada Allah
Sesungguhnya manusia berbeda-beda sebab takutnya kepada Allah. Ada manusia yang takut kepada Allah karena berbuat dosa, dan inilah keadaan umumnya manusia. Ada pula golongan manusia yang takut kepada Allah karena ilmu, dan bukan karena telah berbuat maksiat. Yang demikian itu adalah sebaik-baik rasa takut kepada Allah. Rasa takut karena ilmu didasari oleh pengetahuan akan sifat-sifat Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Agung. Tingkatan ini hanya dapat diperoleh oleh orang yang berilmu.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir : 28).
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir : 28).
Minggu, 05 Agustus 2012
Lemari Buku
Beberapa hari yang lalu ketika ana sedang mencari sebuah buku, ana baru sadar bahwa lemari buku ana sudah melengkung. Mungkin karena terlalu berat menahan beban buku yang terlalu banyak. Wah, sepertinya ana memerlukan lemari buku yang baru.
Tapi masalahnya kalaupun jadi membeli lemari buku, mau ditaruh dimana ya lemarinya? Soalnya rumah yang ana tempati ini (rumah orang tua) sepertinya tidak ada lagi ruang kosong untuk sebuah lemari. Wajarlah, soalnya rumah ini tidak didesain memiliki ruangan khusus untuk menyimpan buku alias ruang perpustakaan.
Insya Allah, cita-cita ana kalau nantinya punya rumah sendiri, hal utama yang ana rencanakan adalah membuat ruangan khusus tempat menyimpan buku alias ruang perpustakaan. Kira-kira muat 3-4 lemari buku sudah lumayanlah untuk ukuran penuntut ilmu level beginner seperti ana :)
Kalau lemari bukunya jumlahnya di atas sepuluh lemari itu sih level-level ulama. Seperti yang diceritakan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Ad-Durar Al-Kaminah (2/183) tentang seorang ulama bernama Syafi’ bin Ali Al-Kinani (wafat 730 H). Dikisahkan ketika ulama tersebut wafat, koleksi buku-bukunya tersimpan dalam 20 lemari penuh! Diceritakan pula bahwa beliau hafal dengan semua koleksi buku-bukunya. Jika ada yang ingin meminjam salah satu bukunya, maka ia tahu persis di lemari mana tempat ia menyimpannya. (Berarti beliau tidak perlu lagi membuat katalog buku ^_^ ).
Semoga Allah Ta'ala merahmati para ulama kita atas kecintaan mereka terhadap ilmu, dan menganugerahkan kita semangat yang serupa. Amin.
Tapi masalahnya kalaupun jadi membeli lemari buku, mau ditaruh dimana ya lemarinya? Soalnya rumah yang ana tempati ini (rumah orang tua) sepertinya tidak ada lagi ruang kosong untuk sebuah lemari. Wajarlah, soalnya rumah ini tidak didesain memiliki ruangan khusus untuk menyimpan buku alias ruang perpustakaan.
Insya Allah, cita-cita ana kalau nantinya punya rumah sendiri, hal utama yang ana rencanakan adalah membuat ruangan khusus tempat menyimpan buku alias ruang perpustakaan. Kira-kira muat 3-4 lemari buku sudah lumayanlah untuk ukuran penuntut ilmu level beginner seperti ana :)
Kalau lemari bukunya jumlahnya di atas sepuluh lemari itu sih level-level ulama. Seperti yang diceritakan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Ad-Durar Al-Kaminah (2/183) tentang seorang ulama bernama Syafi’ bin Ali Al-Kinani (wafat 730 H). Dikisahkan ketika ulama tersebut wafat, koleksi buku-bukunya tersimpan dalam 20 lemari penuh! Diceritakan pula bahwa beliau hafal dengan semua koleksi buku-bukunya. Jika ada yang ingin meminjam salah satu bukunya, maka ia tahu persis di lemari mana tempat ia menyimpannya. (Berarti beliau tidak perlu lagi membuat katalog buku ^_^ ).
Semoga Allah Ta'ala merahmati para ulama kita atas kecintaan mereka terhadap ilmu, dan menganugerahkan kita semangat yang serupa. Amin.
Kamis, 15 Maret 2012
Cara Mengetahui Tiga Perkara
Luqman Al-Hakim berkata kepada anaknya :
“Wahai anakku, ada tiga perkara yang tidak dapat diketahui kecuali pada tiga tempat : Tidak diketahui seorang yang lembut kecuali pada saat dia marah; tidak diketahui seorang yang pemberani kecuali pada saat perang; dan tidak diketahui seorang saudara kecuali pada saat kita membutuhkannya.”
(Al-Adab Asy-Syar'iyyah : 3/534).
“Wahai anakku, ada tiga perkara yang tidak dapat diketahui kecuali pada tiga tempat : Tidak diketahui seorang yang lembut kecuali pada saat dia marah; tidak diketahui seorang yang pemberani kecuali pada saat perang; dan tidak diketahui seorang saudara kecuali pada saat kita membutuhkannya.”
(Al-Adab Asy-Syar'iyyah : 3/534).
Jumat, 24 Februari 2012
Yang Masih Tersisa
Ana selalu terkagum-kagum membaca kisah kesungguhan para ulama dalam menuntut ilmu. Ada yang sanggup berjalan berbulan-bulan di padang pasir untuk mencari hadis. Ada yang tidak makan berhari-hari karena sibuk menuntut ilmu. Ada yang tidak tidur seharian karena sibuk belajar. Merekalah orang-orang seperti dikatakan dalam sebuah syair :
وإذا كانت النفوس كبارا
تعبت في مرادها الأجسام
“Jika jiwa itu besar (cita-citanya),
Maka tubuh akan lelah menuruti keinginannya”
Sedangkan kondisi di zaman ini, hanya kepada Allah kita mengadu atas lemahnya semangat para pencari ilmu. Semoga Allah menjaga yang masih tersisa dan selalu memberkahi ilmu mereka.
وإذا كانت النفوس كبارا
تعبت في مرادها الأجسام
“Jika jiwa itu besar (cita-citanya),
Maka tubuh akan lelah menuruti keinginannya”
Sedangkan kondisi di zaman ini, hanya kepada Allah kita mengadu atas lemahnya semangat para pencari ilmu. Semoga Allah menjaga yang masih tersisa dan selalu memberkahi ilmu mereka.
Selasa, 14 Februari 2012
Ilmu Tidak Didapatkan Secara Warisan
Dulu ana pernah melihat film dokumenter mengenai seorang ulama besar di zaman ini. Ada satu bagian menarik dari film dokumenter tersebut yakni ketika diceritakan bahwa ulama tersebut memiliki seorang putra, dan sebagaimana kebiasaan orang shalih umumnya beliau mengharap putranya kelak dapat menjadi ulama sepertinya. Maka anak ulama tersebut sejak kecil ditanamkan nilai-nilai agama. Ia beribadah di waktu siang dan malam. Manusia mencintainya dan ia mencintai manusia. Namun ketika ia beranjak dewasa, ia tampaknya kurang meminati ilmu agama.
Ana lalu teringat perkataan Imam Ahmad yang pernah berkata : “Sesungguhnya ilmu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ia tidak didapatkan lewat keturunan. Seandainya ilmu bisa didapatkan lewat keturunan, tentulah ahli bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih berhak untuk mendapatkannya.” Imam Malik pernah melihat anaknya yang bernama Yahya lebih senang bermain-main ketimbang menuntut ilmu, maka Imam Malik berkata : “Alhamdulillah, Allah tidak menjadikan ilmu ini seperti harta warisan.” (Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi, hal. 56, Syaikh Muhammad As-Sadhan).
Faedah dari pembahasan ini adalah : Anak seorang ulama belum tentu nantinya menjadi ulama, dan anak dari yang bukan ulama bisa jadi nantinya menjadi seorang ulama. Allah memberi karunia kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan bagi yang mendapatkannya ia mempunyai keberuntungan yang tidak terhingga.
Ana lalu teringat perkataan Imam Ahmad yang pernah berkata : “Sesungguhnya ilmu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ia tidak didapatkan lewat keturunan. Seandainya ilmu bisa didapatkan lewat keturunan, tentulah ahli bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih berhak untuk mendapatkannya.” Imam Malik pernah melihat anaknya yang bernama Yahya lebih senang bermain-main ketimbang menuntut ilmu, maka Imam Malik berkata : “Alhamdulillah, Allah tidak menjadikan ilmu ini seperti harta warisan.” (Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi, hal. 56, Syaikh Muhammad As-Sadhan).
Faedah dari pembahasan ini adalah : Anak seorang ulama belum tentu nantinya menjadi ulama, dan anak dari yang bukan ulama bisa jadi nantinya menjadi seorang ulama. Allah memberi karunia kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan bagi yang mendapatkannya ia mempunyai keberuntungan yang tidak terhingga.
Sabtu, 11 Februari 2012
Faedah Diam Untuk Orang 'Alim Dan Orang Jahil
Ada kata hikmah mengatakan :
الصمت زين للعالم وسترللجاهل
“Diam adalah hiasan bagi orang ‘alim dan tabir bagi orang bodoh.”
Maksudnya adalah :
Diamnya orang ‘alim (berilmu) dapat menambah kewibawaan dirinya. Ia tidak akan berbicara kecuali hanya pada perkara yang ada maslahatnya.
Sedangkan bagi orang bodoh, maka diam adalah tabir untuk menutupi kebodohannya. Karena jika ia diam, maka kebodohannya tidak akan diketahui manusia lainnya.
الصمت زين للعالم وسترللجاهل
“Diam adalah hiasan bagi orang ‘alim dan tabir bagi orang bodoh.”
Maksudnya adalah :
Diamnya orang ‘alim (berilmu) dapat menambah kewibawaan dirinya. Ia tidak akan berbicara kecuali hanya pada perkara yang ada maslahatnya.
Sedangkan bagi orang bodoh, maka diam adalah tabir untuk menutupi kebodohannya. Karena jika ia diam, maka kebodohannya tidak akan diketahui manusia lainnya.
Selasa, 31 Januari 2012
Cinta Yang Bermanfaat dan Cinta Yang Berbahaya
Imam Ibnul Qayyim berkata :
"Cinta yang bermanfaat ada 3 macam, yakni : Cinta kepada Allah, saling mencintai karena Allah, dan cinta yang dapat memotivasi diri untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan.
Demikian juga cinta yang berbahaya ada 3 macam, yaitu : Mencintai sesuatu setaraf dengan kecintaan kepada Allah, mencintai apa yang dibenci Allah, dan mencintai sesuatu yang dapat memutuskan dan mengurangi kecintaan kepada Allah."
(Ighatsatul Lahfan, hal. 512).
"Cinta yang bermanfaat ada 3 macam, yakni : Cinta kepada Allah, saling mencintai karena Allah, dan cinta yang dapat memotivasi diri untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan.
Demikian juga cinta yang berbahaya ada 3 macam, yaitu : Mencintai sesuatu setaraf dengan kecintaan kepada Allah, mencintai apa yang dibenci Allah, dan mencintai sesuatu yang dapat memutuskan dan mengurangi kecintaan kepada Allah."
(Ighatsatul Lahfan, hal. 512).
Kamis, 19 Januari 2012
Meninggalkan Perkara Yang Dilarang
Ulama salaf pernah berkata :
أعمال البر يعملها البر والفاجر، وأما المعاصي فلا يتركها إلا صديق
“Amal-amal kebajikan bisa dilakukan oleh setiap orang, baik yang shalih maupun yang fajir (jahat). Sedangkan maksiat, hanya orang-orang shiddiq (bertakwa) saja yang mampu meninggalkannya.”
Maksudnya adalah menjauhi larangan lebih berat ketimbang mengerjakan perintah. Sebab tidak ada keringanan untuk melanggar larangan, sementara perintah dikerjakan sesuai kemampuan.
Contohnya zina, maka tidak ada alasan untuk membolehkannya. Sedangkan perintah shalat, maka jika tidak mampu dilakukan dengan berdiri maka bisa dengan duduk, jika tidak mampu dengan duduk maka dengan berbaring dst.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan contoh kasus lainnya. Contohnya amalan sedekah, maka orang fajir dan zalim pun mampu melakukannya. Sedangkan menjaga diri dari makan harta yang haram, maka hanya orang yang takut kepada Allah 'Azza wa Jalla saja yang sanggup melakukannya.
أعمال البر يعملها البر والفاجر، وأما المعاصي فلا يتركها إلا صديق
“Amal-amal kebajikan bisa dilakukan oleh setiap orang, baik yang shalih maupun yang fajir (jahat). Sedangkan maksiat, hanya orang-orang shiddiq (bertakwa) saja yang mampu meninggalkannya.”
Maksudnya adalah menjauhi larangan lebih berat ketimbang mengerjakan perintah. Sebab tidak ada keringanan untuk melanggar larangan, sementara perintah dikerjakan sesuai kemampuan.
Contohnya zina, maka tidak ada alasan untuk membolehkannya. Sedangkan perintah shalat, maka jika tidak mampu dilakukan dengan berdiri maka bisa dengan duduk, jika tidak mampu dengan duduk maka dengan berbaring dst.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan contoh kasus lainnya. Contohnya amalan sedekah, maka orang fajir dan zalim pun mampu melakukannya. Sedangkan menjaga diri dari makan harta yang haram, maka hanya orang yang takut kepada Allah 'Azza wa Jalla saja yang sanggup melakukannya.
Senin, 09 Januari 2012
Mengawal Hawa Nafsu
Sudah beberapa kali ana mendengar berita mengenai orang yang katanya "alim dalam ilmu agama" tapi terjerat kasus amoral. Menurut ana, sebab utama kasus semacam itu adalah karena tidak dapat mengawal hawa nafsu. Sejatinya, ilmu agama yang dipelajari seseorang dapat membuatnya mampu mengawal hawa nafsunya. Jika tidak demikian alias hawa nafsu yang lebih ia turuti, maka ilmu yang dipelajari tidak ada arti. Sebagaimana dikatakan ulama :
من لم يصن نفسه لم ينفعه علمه
“Barangsiapa tidak mampu menjaga nafsunya, maka tidak bermanfaat ilmunya ”
Dikatakan pula :
إذا أنت لم تعص الهوى قادك الهوى
إلى بعض ما فيه عليك مقال
“Jika engkau tidak melawan hawa nafsumu,
Ia akan mengantarkanmu kepada sesuatu yang dapat menghancurkanmu”
Kemenangan melawan hawa nafsu akan membuahkan kenikmatan dan kemuliaan. Sedangkan kekalahan dalam melawan hawa nafsu akan mewariskan kehinaan dan hilangnya kehormatan. Maka bersabarlah sejenak mengawal hawa nafsu di dunia, demi kejayaan yang lama di akhirat sana. Dan jadikanlah takwa sebagai sebaik-baik perisai selama hidup di alam fana.
“Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Huud : 49).
من لم يصن نفسه لم ينفعه علمه
“Barangsiapa tidak mampu menjaga nafsunya, maka tidak bermanfaat ilmunya ”
Dikatakan pula :
إذا أنت لم تعص الهوى قادك الهوى
إلى بعض ما فيه عليك مقال
“Jika engkau tidak melawan hawa nafsumu,
Ia akan mengantarkanmu kepada sesuatu yang dapat menghancurkanmu”
Kemenangan melawan hawa nafsu akan membuahkan kenikmatan dan kemuliaan. Sedangkan kekalahan dalam melawan hawa nafsu akan mewariskan kehinaan dan hilangnya kehormatan. Maka bersabarlah sejenak mengawal hawa nafsu di dunia, demi kejayaan yang lama di akhirat sana. Dan jadikanlah takwa sebagai sebaik-baik perisai selama hidup di alam fana.
فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
“Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Huud : 49).
Rabu, 04 Januari 2012
Penantian..
وإني لمن يكره الموت والبلا
ويعجبه روح الحياة وطيبها
رأيت المنايا قسمت بين أنفس
ونفسي سيأتي بعدهن نصيبها
“Aku sesungguhnya adalah orang yang membenci kematian dan bencana,
Aku adalah orang yang kagum akan kehidupan dunia dan kemewahannya,
Aku melihat kematian dibagi-bagi untuk seluruh jiwa,
Dan sesungguhnya bagianku akan datang pada waktunya.”
(Hilyatul Auliya' : 10/141).
ويعجبه روح الحياة وطيبها
رأيت المنايا قسمت بين أنفس
ونفسي سيأتي بعدهن نصيبها
“Aku sesungguhnya adalah orang yang membenci kematian dan bencana,
Aku adalah orang yang kagum akan kehidupan dunia dan kemewahannya,
Aku melihat kematian dibagi-bagi untuk seluruh jiwa,
Dan sesungguhnya bagianku akan datang pada waktunya.”
(Hilyatul Auliya' : 10/141).
Senin, 02 Januari 2012
Tetaplah Berbuat Baik Kepada Orang Tua, Walaupun Mereka Berhati Keras Dan Kasar Pula
Syaikh Muhammad Asy-Syanqithi dalam salah satu rekaman ceramahnya yang berjudul Fa Fihima Fajahid, berkata :
“Disebutkan bahwasanya ayah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu seorang yang keras terhadap Umar. Walau demikian, Umar tetap berbakti kepada ayahnya. Pada suatu ketika, Umar pernah berhenti di satu lembah di Makkah, kemudian ia mengumpulkan tanah dan berbaring, lalu berkata, “Dulu aku menggembalakan unta ayahku, Al-Khaththab, di lembah ini. Ia seorang yang kasar lagi keras dan sering memukulku.” Sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya Umar mengucapkan kalimat tersebut di lembah tempat dimana ia telah berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Dia mengucapkan kalimat tersebut sedangkan ketika itu ia sudah menjadi Amirul Mukminin, agar ia mengetahui baiknya balasan Allah kepadanya. Ayahnya menghinakannya di masa jahiliyyah, tapi ia tetap memuliakan ayahnya. Walaupun ayahnya berlaku buruk kepadanya, ia tetap berbuat baik kepada ayahnya. Maka Allah ‘Azza wa Jalla membalasnya dengan menjadikannya sebagai salah seorang pemimpin kaum muslimin. Barangsiapa yang bersabar terhadap kedua orang tuanya dan mengharap pahala dari Allah, khususnya ketika disakiti dan dihinakan, maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan kebaikannya. Sekalipun ayah atau ibumu tidak memperdulikan kebaikanmu, tapi kebaikan-kebaikan telah dituliskan dalam catatan amalmu. Apabila orangtua mengingkari baktimu, sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakannya, dan Allah tidak akan mengingkari kebaikan yang telah kau lakukan. Yang wajib atasmu adalah bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah. Dan tanamkan di dalam hati bahwasanya Allah menginginkan kebaikan untukmu ketika dia memberikan kepadamu orang tua yang tidak mengasihimu.”
(Petikan dari buku “Wahai Ibu Maafkan Anakmu”, karangan Ustadz Abu Zubeir Hawari, hal. 73-74, dengan sedikit peringkasan).
“Disebutkan bahwasanya ayah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu seorang yang keras terhadap Umar. Walau demikian, Umar tetap berbakti kepada ayahnya. Pada suatu ketika, Umar pernah berhenti di satu lembah di Makkah, kemudian ia mengumpulkan tanah dan berbaring, lalu berkata, “Dulu aku menggembalakan unta ayahku, Al-Khaththab, di lembah ini. Ia seorang yang kasar lagi keras dan sering memukulku.” Sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya Umar mengucapkan kalimat tersebut di lembah tempat dimana ia telah berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Dia mengucapkan kalimat tersebut sedangkan ketika itu ia sudah menjadi Amirul Mukminin, agar ia mengetahui baiknya balasan Allah kepadanya. Ayahnya menghinakannya di masa jahiliyyah, tapi ia tetap memuliakan ayahnya. Walaupun ayahnya berlaku buruk kepadanya, ia tetap berbuat baik kepada ayahnya. Maka Allah ‘Azza wa Jalla membalasnya dengan menjadikannya sebagai salah seorang pemimpin kaum muslimin. Barangsiapa yang bersabar terhadap kedua orang tuanya dan mengharap pahala dari Allah, khususnya ketika disakiti dan dihinakan, maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan kebaikannya. Sekalipun ayah atau ibumu tidak memperdulikan kebaikanmu, tapi kebaikan-kebaikan telah dituliskan dalam catatan amalmu. Apabila orangtua mengingkari baktimu, sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakannya, dan Allah tidak akan mengingkari kebaikan yang telah kau lakukan. Yang wajib atasmu adalah bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah. Dan tanamkan di dalam hati bahwasanya Allah menginginkan kebaikan untukmu ketika dia memberikan kepadamu orang tua yang tidak mengasihimu.”
(Petikan dari buku “Wahai Ibu Maafkan Anakmu”, karangan Ustadz Abu Zubeir Hawari, hal. 73-74, dengan sedikit peringkasan).
Langganan:
Postingan (Atom)