Senin, 14 Juni 2010

Buah Ilmu Yang Bermanfaat Adalah Selalu Menjaga Lisan

Diantara buah dari ilmu yang bermanfaat adalah seseorang mampu menjaga lisannya. Menjaga lisan dari berkata-kata yang tiada berfaedah merupakan salah satu jalan keselamatan. Baik keselamatan di dunia maupun di akhirat.

Ibnu Buraidah berkata : Aku melihat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu memegang lidahnya sambil berkata : “Celaka kau lidah, ucapkanlah kebaikan, niscaya kau beruntung. Dan jangan kau ucapkan ucapan yang jelek, niscaya kau selamat. Jika tidak demikian, maka engkau akan menyesal”. Bahkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu pernah bersumpah bahwa tidak ada di dunia ini sesuatu yang paling perlu dipenjara dalam waktu yang lama melebihi lisan. (Jami’ul Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab al-Hanbali : 241, 244).

Seorang penyair pernah berkata :

يموت الفتى من عثرة بلسانه
وليس يموت المرء من عثرة لرجل
فعثرته بلسانه تذهب رأسه
وعثرته برجله تبراء على مهل

“Karena tergelincir lidah seseorang bisa binasa
Seorang tak akan mati karena tergelincir kakinya
Akibat tersalah bicara dapat menyebabkan kepala tiada
Sedangkan tergelincir kaki akan sembuh tanpa luka”

Sampai-sampai dalam pembicaraan yang mubah sekalipun, ana memandang adalah lebih baik diam. Telah banyak kali ana alami, berawal dari pembicaraan yang mubah lambat-laun arah pembicaraan berubah kepada ghibah terutama jika kita berbicara dengan orang awam.

Dan itulah yang diisyaratkan Imam Nawawi rahimahullah, beliau berkata :
“Ketahuilah, setiap orang yang telah dewasa dan mukalaf seharusnya menjaga lisannya dari segala bentuk perkataan, yakni tidaklah ia berkata kecuali perkataan yang betul-betul mengandung manfaat. Jika manfaat yang terkandung sama antara ia diam maupun berbicara, maka tindakan yang sesuai sunnah adalah sebaiknya ia memilih diam. Karena terkadang ucapan yang mubah, lambat-laun akan mengantarkan untuk mengucapkan kata-kata yang haram atau makruh. Kejadian seperti itu banyak terjadi. Sedangkan selamat dari mengucapkan sesuatu yang haram merupakan harta yang tak ternilai.” (Al-Adzkar : 284).

Dan akhlak ‘sedikit bicara’ itulah yang dipraktekkan para salafus saleh. Bukanlah para salaf mengungguli kita dengan banyaknya perkataan, tapi justru sebaliknya seperti yang dikatakan Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya “Fadhlu Ilmi Salaf ‘ala Ilmi Khalaf” ketika menerangkan ciri ilmu yang bermanfaat, beliau berkata :
“Ciri ilmu yang bermanfaat diantaranya sedikit bicara, karena takut jika terjadi kesalahan dan tidak berbicara kecuali dengan ilmu. Sesungguhnya sedikitnya perkataan orang-orang terdahulu (salaf) bukanlah karena mereka tidak mampu untuk berbicara banyak, tetapi lebih disebabkan karena mereka memiliki sifat wara’ dan takut kepada Allah Ta’ala”.

3 komentar:

  1. Assalaamu 'Alaykum wa Rahmatullah..

    Terima kasih akhi atas nasihat ini.. Tetapi, kadang kala, sangat sukar utk tidak banyak biacara kerana bisa disalahfahami (disalahfahami sebagai merajuk, marah) sedangkan tika itu, saya memilih diam agar tidak timbulnya lebih banyak perselisihan dan kesia-siaan.

    BalasHapus
  2. Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh..

    Sahabatku, kuncinya adalah berbicara seperlunya, karena manusia sebagai makhluk sosial adalah mustahil untuk diam membisu saja. Maka yang perlu dilakukan adalah bicara yang penting sahaja. Awalnya memang terasa sulit, apalagi jika kita adalah seorang yang senang bicara, namun mengubah kebiasaan bukan suatu yang mustahil pula. Dan percayalah, lambat laun orang lain akan memahami perubahan kita. Dan ini ana berani katakan, karena ana pribadi pernah mengalaminya.

    Jika nanti takut mereka mengatakan “merajuklah, marahlah” maka jangan terlalu diperdulikan, karena membuat orang lain senang (baca : mencari keridhaan manusia) adalah suatu yang sulit dan melelahkan. Maka fokus kepada memperbaiki diri sendiri adalah suatu yang diutamakan.

    Dulu Imam Asy-Syafi’i pernah berkata :

    رضى الناس غاية لاتدرك ، فعليك بما يصلحك فالزمه فإنه لاسبيل إلى رضاهم

    “Keridhaan manusia adalah suatu yang sulit dicapai, maka hendaklah engkau berkonsentrasi memperbaiki dirimu dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh, karena tiada jalan membuat seluruh manusia ridha terhadapmu”.
    (Hilyatul Auliya’ : 9/122).

    Dan apa yang telah anda lakukan dengan memilih berdiam diri agar tidak timbul perselisihan dan kesia-siaan adalah suatu yang sudah tepat. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga anda, mengkaruniai anda taufiq dan hidayah agar selalu istiqomah di jalan-Nya..

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, terima kasih ya akhi atas nasihat ini.. Semoga Allah mengurniakan istiqamah kepada kita semua dalam memperbaiki akhlaq kita seharian..

    Semoga Allah mengurniakan rahmat yg banyak kepadamu wahai sahabat atas nasihat yg sangat mendamaikan ini..

    Ameen..

    BalasHapus