Selasa, 22 Juni 2010

Waktu : Sesuatu Yang Paling Sering Disia-Siakan

Jika ada insan yang setiap hari menyesali dirinya karena telah banyak menyia-nyiakan waktu tanpa diisi dengan sesuatu yang berfaedah, maka analah orangnya. Rasanya banyak waktu terbuang sia-sia untuk kegiatan yang kurang bermanfaat. Jika mengingat kelemahan ini, sejujurnya menyebabkan diri sendiri agak “malu” menisbatkan diri sebagai pengikut generasi salafus shalih.

Generasi salaf yang salih adalah potret generasi yang sebagaimana pernah dikatakan oleh Al-Hasan rahimahullah :

أدركت أقواما كل أحدهم أشح على عمره منه على درهمه
“Aku telah bertemu dengan suatu kaum yang masing-masing dari mereka lebih bakhil dengan umurnya ketimbang dengan hartanya”. (Siyar A’lam An-Nubala : 14/225).

“Lebih bakhil dengan umurnya” maksudnya adalah mereka sangat memanfaatkan waktu dengan mengisinya untuk hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka tidak akan membiarkan waktunya terbuang sia-sia, dan lebih senang menghabiskan waktu untuk menghitung amalannya daripada menghitung hartanya.

Sampai-sampai waktu untuk makan yang umumnya digemari manusia, bagi mereka adalah waktu yang “dibenci”, sebagaimana dinukil dari Al Khalil bin Ahmad (wafat 170 H) -guru dari Sibawaih, pakar bahasa Arab- beliau berkata : “Waktu yang paling aku benci adalah waktuku terbuang untuk makan”. (Al Hats ‘ala Thalab al-Ilmi : 87).

Senada juga dengan perkataan seorang ahli tafsir, Fakhruddin ar-Razi (wafat 606 H), beliau berkata : “Demi Allah, aku sangat menyayangkan terlewatnya kesempatan menyibukkan diri dengan ilmu pada saat makan. Sesungguhnya waktu amat sangat berharga”. (Uyun Al Anba’ fi Thabaqat Ath-Thiba’ : 2/34).

Bahkan ada ulama yang memilih makanan tertentu untuk menghemat waktu makannya. Seperti Abul Wafa’ bin ‘Aqil (wafat 513 H) -pengarang kitab Al Funun yang sebanyak 800 jilid- beliau bercerita : “Dengan segala kesungguhan, aku juga memendekkan waktu makanku, sampai-sampai aku lebih memilih memakan biskuit yang dilarutkan dengan air daripada memakan roti. Alasannya karena kedua makanan tersebut berbeda ketika dikunyah. Karena (dengan memakan biskuit yang telah dilarutkan air) dapat menghemat waktu, yang dapat dipergunakan untuk membaca dan menyalin berbagai hal bermanfaat yang belum sempat kuketahui”. (Dzail Thabaqatil Hanabilah : 1/177).

Nukilan di atas baru beberapa contoh ‘pelit’nya para salaf dalam waktu makan. Belum waktu-waktu lainnya, yang jika dinukilkan maka akan menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk menceritakannya.

Merekalah generasi teladan yang menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang bermanfaat. Tidak seperti manusia di zaman sekarang yang banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan yang sia-sia dan tidak berguna. Dan yang lebih menyedihkan, penyakit ini juga menimpa sebagian orang yang mengaku penuntut ilmu! Alangkah jauhnya perbedaan antara kita dengan mereka sebagaimana perkataan penyair yang berkata :

لا تعرضن لذ كرنا بذ كرهم
ليس الصحيح إذا مشى كالمقعد

“Janganlah engkau bandingkan kami dengan mereka,
Orang sehat tidak sama jalannya dengan orang sakit”

Semoga Allah Ta’ala selalu merahmati para salafus shalih kita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar