قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاْ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
Syaikh Muhammad bin Amin asy-Syinqithi berkata : “Iblis mengqiyaskan dirinya dengan asal usulnya yaitu api, lalu ia mengqiyaskan Adam dengan asal usulnya yaitu tanah, kemudian dari qiyas tersebut ia menganggap dirinya lebih mulia dibanding Adam. Iblis beralasan dengan qiyas padahal terdapat dalil yang tegas yakni perintah Allah yang memerintahkannya bersujud kepada Adam. Qiyas yang demikian menurut ulama ushul fiqih dinamakan qiyas yang rusak dan tidak pada tempatnya.” (Adhwa’ul Bayan : 1/33).
Itulah qiyas paling buruk yang pernah dilakukan makhluk-Nya. Yang menyedihkan, sebagian manusia meneruskan qiyas yang batil itu. Lihatlah sebagian manusia yang membangga-banggakan suku tertentu, bangsa tertentu, keturunan tertentu, warna kulit tertentu, nasab tertentu dll, bukankah artinya mereka juga meneruskan qiyas iblis tersebut?
Padahal telah ada dalil tegas yang menyatakan kemuliaan hanyalah berasal dari takwa, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa dari kalian”. (QS. Al-Hujurat: 13).
Sehingga walaupun seseorang merasa nasabnya mulia, maka tidak berfaedah nasabnya jika ia malas beramal. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak dapat mempercepatnya”. (HR. Muslim).
Berkata Imam Nawawi menjelaskan hadits tersebut : “Orang yang amalannya sedikit tidak dapat mencapai kedudukan orang yang banyak beramal. Oleh sebab itu, tidak sepantasnya seseorang hanya mengandalkan nasab dan nama besar orang tuanya, lalu ia malas untuk beramal.” (Syarh Shahih Muslim : 17/22).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar