Senin, 19 Juli 2010

Larangan Mengingkari Janji

Setiap manusia selama hidupnya pasti pernah membuat janji dengan manusia lainnya. Masalahnya adalah adanya sebagian orang yang mudah membuat janji -karena mengganggapnya perkara remeh-, lalu setelah berjanji ia tidak menepatinya tanpa alasan (udzur) dan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Padahal mengingkari janji merupakan kezaliman terhadap orang lain. ‘Ajaibnya’ penyakit ini tidak hanya menimpa orang-orang awam bahkan menimpa pula sebagian penuntut ilmu. La haula wala quwwata illa billah.

Berjanji adalah suatu perkara yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu”. (QS. Al Maidah : 1).

وَأَوْفُواْ بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabnya”. (QS. Al Israa’ : 34).

بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran : 76).

Serta masih ada beberapa ayat lain yang menyebutkan keutamaan menepati janji.

Kebalikannya, mengingkari janji adalah salah satu ciri kaum yang diazab. Allah Ta’ala berfirman menceritakan sifat mereka :

وَمَا وَجَدْنَا لأَكْثَرِهِم مِّنْ عَهْدٍ وَإِن وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ
Dan kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik”. (QS. Al A’raaf : 102).

Penutup para nabi, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Tanda-tanda munafik ada tiga : apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikianlah betapa tercelanya mengingkari janji.

Bercerminlah dari kisah dan perkataan para salaf :

Ibnu Abdi Rabbihi menceritakan kisahnya dengan seorang tabi’in terkemuka bernama Ibnu Sirin (wafat 110 H), ia mengisahkan :
“Suatu hari aku berjanji dengan Ibnu Sirin untuk membelikannya hewan kurban, namun aku lupa karena ada kesibukan dan baru ingat setelah itu. Maka aku mendatanginya ketika sudah lewat tengah hari. Ternyata Ibnu Sirin masih menungguku. Maka aku ucapkan salam, lalu ia mengangkat kepalanya dan berkata : “Akankah aku terima kesalahanmu?”. Aku katakan : “Aku disibukkan oleh sahabat-sahabatku, mereka menghalangiku untuk mendatangimu. Mereka mengatakan engkau (Ibnu Sirin) telah menunggumu lama, maka mungkin engkau telah pergi”. Ibnu Sirin kemudian berkata : “Seandainya engkau tidak datang sampai matahari terbenam, aku tidak akan beranjak dari tempat ini kecuali untuk shalat dan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak”. (Iltimas as-Sa’di fil Wafa bil Wa’di : 70-71, As-Sakhawi; dan Ash-Shamt : 459, Ibnu Abid Dunya).

Auf bin Nu’man radhiyallahu 'anhu pernah berkata : “Di zaman jahiliyah, seseorang lebih baik mati dalam keadaan kehausan daripada ia mengingkari janji”. (Adab al-Imla wal Istimla : 41, As-Sam’ani; dan Tajrid Shahabah : 429, Adz-Dzahabi).

Amr bin Harits berkata : “Di zaman salaf aku jumpai orang yang berjanji pasti ia memenuhinya. Tapi di zaman sekarang aku merasa lelah dengan orang yang berjanji tapi mengingkarinya”. (Uyun al-Akhbar : 3/145, Ibnu Qutaibah).

Sulaiman bin Dawud berkata kepada anaknya : “Wahai anakku, apabila engkau berjanji maka janganlah engkau mengingkarinya. Karena mengingkari janji dapat mengubah rasa cinta menjadi rasa benci”. (Adab al-Imla wal Istimla : 41).

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata : “Telah menceritakan kepadaku Harun bin Sufyan al-Mustamli, dia berkata : Aku pernah bertanya kepada bapakmu -Ahmad bin Hanbal- : ‘Bagaimana engkau dapat mengetahui seseorang itu termasuk pendusta?’. Beliau menjawab : ‘Dari janji-janji mereka’.” (Ma’alim fi Thariq Thalab al-Ilmi : 164, Abdul Aziz as-Sadhan).

Ada sebuah syair terkenal mengatakan :

إذا قلت في شيء نعم فأتمه
فإن نعم دين على الحر واجب
وإلا فقل لا واسترح وأرح بها
لئلا يقول الناس : إنك كاذب

Apabila engkau telah mengatakan ‘Ya’ maka tunaikanlah
Karena ucapan ‘Ya’ adalah hutang yang wajib dilunasi;
Kalau tidak mampu, katakanlah ‘Tidak’ dan istirahatlah
Supaya orang lain tidak mengatakan : Engkau pendusta”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar